Orgasme adalah "puncak kenikmatan seksual, khususnya dialami pada akhir sanggama"Â (KBBI).
Sementara kompas.com mengutip;Â
"Orgasme secara luas diartikan sebagai puncak dari gairah seksual. Ini adalah perasaan kuat atas kenikmatan fisik dan sensasi, yang meliputi pelepasan ketegangan erotis yang terakumulasi."
Ditilik dari sisi mana pun, orgasme tidak ada hubungannya dengan literasi. Semuanya seks melulu. Tapi bukan namanya penulis jika imajinasi tidak berevolusi.
Untungnya dalam ilmu bahasa dikenal istilah metafora, alias pemakaian kata atau kelompok kata yang bukan dengan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.
Pada saat Daeng Khrisna berkata, "Aku sedang berenang-renang di telaga bening matamu," ia tidak sedang mengenakan daleman. Pada saat Engkong Felix menyatakan "Diari itu candu," ia tidak sedang menghisap opium.
Wajarlah pada saat judul ini aku ulik, diriku sedang tidak dalam posisi 69. Hanya kamu, kamu, dan kamu sajalah yang tahu bahwa semuanya akan ada waktunya.
Literasi orgasme adalah sebuah ide yang aku buat untuk memenuhi hasratku sebagai penulis dan ahli Kamasutra dari negeri antah berantah (meminjam istilah Mba Anis Hidayatie).
Sebabnya, jika aku menuliskan gaya literasi yang umum, maka aku akan merebut lapak Daeng KP, Bli Ketut Suweca, Mas Himam Miladi, hingga Romo Bobby yang sudah lebih senior dari diriku. Malu aku!
Tapi, terimalah fakta bahwa orgasme itu memang menyenangkan. Tidak perlu pakai pengalaman, membacanya saja sudah bikin gregetan.