Sewaktu masih menjadi mahasiswa di Washington State University, Pullman, Amerika Serikat, penulis pernah mengikuti acara kuliner internasional yang diadakan oleh Student Board atau semacam Senat Mahasiswa.
Senangnya bukan kepalang, karena pada zaman itu, masakan internasional selalu berhubungan dengan makanan Asia, khususnya yang paling terkenal adalah China, India, dan Thailand.
Bagaimana tidak? Lidah yang sudah terbiasa dengan selera nusantara ini sudah lama tak tersentuh. Kalau pun tidak ada makanan Indonesia, minimal masakan Asia sudah cukup menghibur.
Sesampainya di lokasi, penulis terhenti pada sebuah aroma yang terasa familiar. Sate! Begitu yang langsung muncul di benak, saat mencium aroma segar daging ayam dengan asap yang mengepul tipis.
Namun, penulis terkecoh. Penjualnya adalah seorang mahasiswa dari India. Dengan gaya ala Amitabh Bachchan (waktu itu Sharukhan belum terkenal), ia pun menawarkan dagangannya kepada penulis.
Sate! Begitu penulis melihat dagangannya yang terletak di atas piring gabus.
"Kebab, kebab, this is chicken kebab." Ujar si Amitabh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sate! Rasa rindu terhadap tanah air membuat penulis harus berhalunisasi bahwa yang ditawarkan adalah sate. Soalnya, apa pun namanya model yang disuguhkan adalah sate asli. Benar, sate!
Sate dikenal sebagai kuliner dari Indonesia ini, tetapi sebenarnya ia punya banyak saudara di mana-mana. Di India ada kebab, di Jepang ada Yakitori, di China ada Chuanr, di Perancis ada Brochete. Bahkan di setiap negara pasti punya makanan yang menyerupainya.
Bisa dimaklumi. Sate adalah daging bakar yang ditusuk. Sejak manusia mengenal makanan yang dimasak, sate pasti menjadi menu terawal.