Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dewa Kwan Kong Berkostum Sinterklas, Inovatif atau Provokatif?

26 Desember 2020   13:54 Diperbarui: 26 Desember 2020   14:36 1231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Dewa Kwan Kong berkostum Sinterklas (sumber: dokpri - pesan berantai di aplikasi whatsapp)

Gambar di atas bisa provokatif, bisa juga inovatif. Tergantung dari isi otak kamu yang inspiratif.

Sebagai penganut agama Buddha dan penyembah Dewa Kwan Kong, otak saya masih adem-ayem saja. Akan tetapi bisa dipastikan berbagai reaksi pasti muncul dari gambar tersebut.

Sebagian penganut Buddhisme dan Confucianisme mungkin akan menganggap hal ini sebagai sebuah penistaan. Bagaimana mungkin Dewa Kwan Kong yang agung, mengenakan kostum sinterklas kekanak-kanakan. Lagipula karakter Dewa Kwan Kong yang tegas dan berwibawa seakan tercoreng dengan gaya tertawa sinterklas yang "Ho-ho-ho."

Sementara sebagian penganut agama Kristen bisa saja tersinggung dengan foto tersebut. Saya sudah sering mendengarkan bagaimana patung dewa-dewi dianggap sebagai berhala yang tidak pantas disembah. Jelas gambar ini sama dengan mengenakan baju malaikat pada iblis Dajjal.

Bagaimana dengan dirimu? Sebelum saya telaah lebih jauh, marilah kita mendengarkan kisah legenda Kwan Kong, dan bagaimana ia bisa dipuja sebagai dewa oleh sebagian mahluk di bumi. 

Kwan Kong adalah seorang jenderal perang ternama yang hidup pada zaman tiga kerajaan atau Sam Kok (160-220M). Nama aslinya adalah Guan Yu. Beliau dipuja karena kesetiaan dan kejujuran, sebagai simbol keteladanan sifat ksatria sejati.

Bukan hanya kesetiaan dan kejujuran. Kwan Kong juga dipuja sebagai Dewa pelindung perdagangan, Dewa kemakmuran, dan Dewa pelindung dari malapetaka.  

Julukan terutama bagi Kwan Kong adalah Dewa Perang. Film Hong Kong tahun 90an, sering menggambarkan bagaimana dewa ini disembah oleh para polisi dan mafia, sesaat sebelum mereka memulai pertarungan jalanan.

Makna yang hendak diangkat adalah pemujaan terhadap Dewa Kwan Kong melambangkan sumpah setia persaudaraan yang tak akan hilang hingga mati. Dalam kenyataannya Kwan Kong memang adalah dewa yang paling banyak dipuja di kalangan masyarakat Tionghoa.

Alhasil, timbullah lelucon di antara para kawan. "Dewanya pasti bingung, yang mana yang mau dilindungi. Mungkin sangat bergantung kepada isi sesajian di meja. Yang mana lebih lezat, dialah yang menang."

Sepele, tapi bermakna. Manusia memuja Tuhan. Seperti apa rupa Tuhan, perwujudannya adalah manusia. Coba lihat "bentuk Tuhan" dalam berbagai agama dan budaya. Semuanya menyerupai manusia. Bukannya karena manusia adalah mahluk pilihan Tuhan, namun manusia egois hanya akan menggaungkan dan mengagungkan apa yang paling benar menurut isi kepalanya.

Kembali kepada pertanyaan, apakah kostum sinterklas Dewa Kwan Kong mengusik perasaanmu? Itu urusanmu.

Bagi saya sendiri, prinsip dalam memuja Dewa Kwan Kong, tidak terbatas hanya kepada patung saja. Patung mungkin kelihatan sakral bertenger di tengah altar. Namun patung adalah patung.

Sebagian mungkin bisa merasakan energi yang kuat dari patung itu sendiri, hingga tidak berani bersikap kurang ajar. Namun sekali lagi, patung adalah patung.

Saya pernah membaca sebuah artikel lama dari seorang Bhikkhu. Saya sudah tidak bisa lagi mengingat judul maupun pematerinya. Isinya adalah tentang Tuhan dan Ketuhanan (God and Godness).

Sang Bhikkhu berkata, "Tuhan tidak absolut, yang absolut adalah Ketuhanan."

Sebabnya seseorang bisa mengatakan bahwa Tuhannyalah yang paling benar. Ia mampu melakukan apa saja demi melawan hinaan kepada Tuhannya. Ia mampu mempertaruhkan nyawanya demi martabat Tuhannya. Ia mampu mencetuskan perang besar demi nama besar Tuhannya.

Namun, apakah ia sadar bahwa inilah yang benar-benar diharapkan oleh Tuhannya? Jika iya, apakah ia pernah berbicara dengan Tuhannya? Mungkin tidak penting, karena ia sendiri tidak perlu izin Tuhan untuk mengobrak-abrik isi hatinya yang egois.

Saya tidak bermaksud menghina, karena Tuhan yang saya kenal adalah Tuhan dengan segala Ketuhanannya, atau sifat-sifat agung yang dimilikinya.

Tuhan maha pengampun, maha penyayang, maha pengasih, dan segala maha-maha lainnya. Jika engkau mengagungkan Tuhan, maka seharusnya apa yang patut diteladani dari diriNya, itulah yang akan menjadi pegangan hidupmu.

Aku seharusnya tidak berdamai dengan kekesalan, tidak membuka ruang negosiasi dengan kebencian, tidak menimbun harta kerakusan. Aku tidak bisa memuji Tuhan, karena tidak yakin apakah Ia bisa mendengarkanku. Namun, terima kasih Tuhan, atas segala wujud kebaikan yang telah aku yakini dari diri-Mu.

Inilah konsep Ketuhanan yang absolut.

Dewa Kwan Kong dalam balutan baju Sinterklas. Tidak masalah, karena pada dasarnya keteladanan ksatria yang ia contohkan adalah wujud dari rasa toleransi. Bukannya makna dari kisah-kisah natal juga penuh dengan balutan kasih dan sayang? Apa bedanya?

Beberapa tahun yang lalu, ada kejadian dimana seorang tentara Amerika tanpa sengaja merobek dan membuang Kitab Suci agama tertentu ke dalam toilet. Berita tersebut heboh dan sang tentara dituduh telah melakukan penistaan agama ekstrim.

Tak lama kemudian, Ajahn Brahm, seorang Bhikkhu di Australia ditelepon oleh seorang wartawan Australia mengenai isu ini.

"Ajahn Brahm, apa yang akan Anda lakukan seandainya ada orang yang merobek lembaran Tipitakan dan membuangnya ke toilet?"

Dengan entengnya beliau menjawab, saya akan memanggil tukang ledeng untuk membersihkan dan mengangkat kitab tersebut, agar toilet tidak mampet. Beliau kemudian melanjutkan;

"Kalian bisa saja membuang Kitab Suci ke dalam toilet, tetapi saya tidak akan membiarkan kalian membuang pengampunan, kedamaian, dan welas asih ke dalam toilet. Buku bukanlah Agama, demikian juga dengan patung, bangunan dan para pemuka agama. Ini semua hanyalah 'kontainer'."

Inilah konsep Ketuhanan yang saya yakini. Hal yang saya dengarkan dari seorang rohaniawan Buddha yang sama yang memberikan penghormatan di depan patung Yesus Kristus.

Pada saat Ajahn Brahm diminta membawa ceramah di Christ Grammar School, Australia, beliau dijelaskan tentang urutan acara yang harus diikuti oleh seluruh peserta. Salah satunya adalah membungkuk hormat ke altar Yesus.

Namun kepala sekolah berkata kepada Ajahn Brahm, "Karena Anda adalah seorang bhikkhu, maka Anda tidak perlu membungkuk!"

Mendengar itu, Ajahn Brahm memberikan jawaban;

"Ada sesuatu dalam altar itu, dalam figur Yesus yang bisa saya hormati. Itulah yang saya hormati dan hargai. Saya tidak membungkuk pada semua aspek pada altar itu, sebab ada beberapa hal yang tidak saya setujui, namun ada cukup banyak yang saya hargai, dan saya akan membungkuk pada apa yang saya hargai."

Apakah inti cerita tadi mengatakan bahwa keyakinanku terhadap agama Buddhalah yang paling benar?

Tidak, sebab Paus Fransiskus membungkukkan tubuhnya ke arah kiblat sebelum duduk bersama di atas sebuah sofa putih di samping Imam Masjid Koudoukou, Bangui, Republik Afrika Tengah, pada tahun 2015.

Beliau mengatakan,"Umat Kristen dan Muslim adalah saudara, karenanya pikiran dan tingkah laku kita juga harus mencerminkan persaudaraan."

Mengapa engkau tidak?

**

Apakah inti cerita tadi mengatakan bahwa keyakinanku terhadap agama Buddhalah yang paling baik?

Tidak, sebab Yesus mengajarkan "kasihilah sesamamu sebagaimana kamu mengasihi diri sendiri. Nasihat ini disampaikan Yeus dengan mengisahkan seorang Samaria yang menolong seorang pria yang tak berdaya di tengah jalan (Lukas 10: 30-36)."

Yesus mengajarkan kita bahwa orang-orang di sekitar kita adalah sesama kita, bukan musuh. Jadi, berbuat baikah kepada siapa pun yang memerlukan pertolongan.

Mengapa engkau tidak?

**

Apakah inti cerita tadi mengatakan bahwa keyakinanku terhadap agama Buddhalah yang paling tulus?

Tidak, sebab Yesus juga mengajari kita untuk mengampuni para musuh. Kita hanya melakukan hal yang sia-sia apabila kita hanya membalas kebaikan dengan kebaikan. Oleh karena itu kita harus meneladani Yesus yang telah menunjukkan kasih-Nya bagi orang berdosa. Kristus telah mati bagi kita untuk dapat diperdamaikan dengan Allah (Matius 5: 43-48).

Mengapa engkau tidak?

**

Apakah inti cerita tadi mengatakan bahwa keyakinanku terhadap agama Buddhalah yang paling menyenangkan?

Tidak, sebab tidak ada cerita sinterklas dalam agama Buddha. Namun kini, sudah ada Dewa Kwan Kong yang berkostum sinterklas. Yeayyyy!!! Senang banget rasanya!!!  

Pada dasarnya semua agama adalah baik adanya, hanya kita saja yang tidak mampu melihatnya. Indonesia butuh ketawa.

"Selamat Hari Natal 2020. Semoga kasih Tuhan nan damai menyertai kita semua."

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun