Gambar di atas bisa provokatif, bisa juga inovatif. Tergantung dari isi otak kamu yang inspiratif.
Sebagai penganut agama Buddha dan penyembah Dewa Kwan Kong, otak saya masih adem-ayem saja. Akan tetapi bisa dipastikan berbagai reaksi pasti muncul dari gambar tersebut.
Sebagian penganut Buddhisme dan Confucianisme mungkin akan menganggap hal ini sebagai sebuah penistaan. Bagaimana mungkin Dewa Kwan Kong yang agung, mengenakan kostum sinterklas kekanak-kanakan. Lagipula karakter Dewa Kwan Kong yang tegas dan berwibawa seakan tercoreng dengan gaya tertawa sinterklas yang "Ho-ho-ho."
Sementara sebagian penganut agama Kristen bisa saja tersinggung dengan foto tersebut. Saya sudah sering mendengarkan bagaimana patung dewa-dewi dianggap sebagai berhala yang tidak pantas disembah. Jelas gambar ini sama dengan mengenakan baju malaikat pada iblis Dajjal.
Bagaimana dengan dirimu? Sebelum saya telaah lebih jauh, marilah kita mendengarkan kisah legenda Kwan Kong, dan bagaimana ia bisa dipuja sebagai dewa oleh sebagian mahluk di bumi.Â
Kwan Kong adalah seorang jenderal perang ternama yang hidup pada zaman tiga kerajaan atau Sam Kok (160-220M). Nama aslinya adalah Guan Yu. Beliau dipuja karena kesetiaan dan kejujuran, sebagai simbol keteladanan sifat ksatria sejati.
Bukan hanya kesetiaan dan kejujuran. Kwan Kong juga dipuja sebagai Dewa pelindung perdagangan, Dewa kemakmuran, dan Dewa pelindung dari malapetaka. Â
Julukan terutama bagi Kwan Kong adalah Dewa Perang. Film Hong Kong tahun 90an, sering menggambarkan bagaimana dewa ini disembah oleh para polisi dan mafia, sesaat sebelum mereka memulai pertarungan jalanan.
Makna yang hendak diangkat adalah pemujaan terhadap Dewa Kwan Kong melambangkan sumpah setia persaudaraan yang tak akan hilang hingga mati. Dalam kenyataannya Kwan Kong memang adalah dewa yang paling banyak dipuja di kalangan masyarakat Tionghoa.
Alhasil, timbullah lelucon di antara para kawan. "Dewanya pasti bingung, yang mana yang mau dilindungi. Mungkin sangat bergantung kepada isi sesajian di meja. Yang mana lebih lezat, dialah yang menang."
Sepele, tapi bermakna. Manusia memuja Tuhan. Seperti apa rupa Tuhan, perwujudannya adalah manusia. Coba lihat "bentuk Tuhan" dalam berbagai agama dan budaya. Semuanya menyerupai manusia. Bukannya karena manusia adalah mahluk pilihan Tuhan, namun manusia egois hanya akan menggaungkan dan mengagungkan apa yang paling benar menurut isi kepalanya.