Menunggu kapan akan dieksekusi bisa memakan waktu hingga bertahun-tahun, seperti apa yang dialami oleh Ruben Pata Sambo dan putranya, Markus Pata Sambo.
Eksekusi hukuman mati mereka belum dilakukan, kendati sudah berjalan 14 tahun lamanya. Kondisi fisik dan mental mereka menjadi lebih parah atas ketidakpastian antara hidup dan mati.
Kini keduanya sedang menjalani hukuman di Lapas Lowokwaru, Malang, Jawa Timur. Menurut putri bungsu Ruben, Yuliani Anni, kakaknya Markus harus menjalani perawatan katarak, namun pihak lapas tidak mampu menyediakannya.
Untungnya ada seorang yang baik hati yang mau menemaninya menjalani perawatan di luar lapas, setelah melalui proses birokrasi yang rumit dari lapas.
Kasus keduanya sempat menarik perhatian dunia internasional beberapa tahun yang lalu akibat proses hukum yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur. (kompas).
Ani yang kini tinggal di Jakarta, mengaku berat harus melihat ayahnya yang terpaksa menghabiskan masa senjanya di penjara untuk sesuatu yang diklaim tidak ia lakukan.
Ruben dan anaknya Markus, divonis melakukan pembunuhan berencana terhadap Andrias Panding dan tiga anggota keluarganya di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, pada tahun 2006. Namun keduanya diduga merupakan korban salah tangkap.
Mereka mengaku dipaksa untuk mengakui perbuatannya setelah mengalami serangkaian penganiayaan. Namun demikian, polres Tana Toraja sudah membantah melakukan penganiayaan kepada keduanya.
Kasus salah vonis itu kemudian terkuak, lantaran pembunuh sebenarnya tertangkap pada tanggal 30 November 2006. Mereka adalah Agustinus Sambo, Yulianus Maraya, Juni, dan Petrus Ta'dan. Keempatnya mengaku bersalah dan menyatakan bahwa Ruben dan Markus tidak bersalah.
Akan tetapi, Ruben dan Markus tetap saja dijatuhi hukuman mati, setelah PK nya ditolak oleh Hakim MA, dengan alasan "bukti yang dihadirkan bukan bukti baru atau sudah pernah hadir pada persidangan." (liputan6).