Salah satu penjelasan mengenai fenomena ini adalah karena hukuman tak pandang bulu bagi pelaku kejahatan Narkotika. Saat ini ada 274 terpidana mati yang tersebar di seluruh Indonesia dan paling banyak berada di Jawa Tengah dengan jumlah 99 terpidana mati.
Dari seluruh kasus terpidana mati, 33% adalah merupakan terpidana kasus Narkoba, 25% kasus pembunuhan, dan sisanya terdiri dari kasus perampokan, pencurian, terorisme, dan aksi asusila.
Akan tetapi ada juga fakta menarik lainnya. Dari 140 kasus dakwaan perdagangan narkotika yang dijatuhi vonis hukuman mati sejak tahun 2014, sebagian besar justru warga negara asing. (bbc).
Prinsip Pengadilan yang Adil
Menurut aturan PBB, negara yang melaksanakan hukuman mati harus berpegang teguh kepada prinsip pengadilan yang adil, yakni hak atas bantuan hukum di setiap tahap, hak untuk bebas dari penyiksaan, hak atas penerjemah agar terdakwa memahami semua dakwaan, dan kesetaraan antara jaksa dan pengacara.
Sayangnya proses peradilan terhadap hukuman mati di Indonesia masih jauh dari harapan tersebut. Aparat Indonesia tidak melakukan anjuran dengan benar. Salah satu penyebabnya adalah karena stigma yang melekat di masyarakat bahwa mereka yang terpidana mati adalah mereka yang "memang pantas mati."
Selain itu, proses pengadilan hukuman mati juga disejajarkan dengan proses persidangan umum lainnya, bahkan kadang tersangka tidak mendapatkan perlindungan hukum yang tepat. Hal ini semakin diperparah dengan beban kerja dari hakim yang cukup tinggi.
Direktur LBH Masyarakat, Ricky Gunawan mengatakan, "di Jakarta misalnya, kalau pidana itu, kan, mulai siang sampai magrib itu baru sidang akhir. Bayangkan kalau kasus hukuman mati itu terakhir, hakim sudah bekerja sampai magrib, bisa jadi dia sudah buru-buru, hakim sudah lelah, terdakwa juga sudah lelah. Kan, sudah enggak fokus."
Malaadministrasi Kasus Hukuman Mati
Salah satu contoh konkrit terhadap kesalahan undang-undang adalah kasus Humphrey Jefferson alias Jeff yang dieksekusi mati pada tanggal 29 Juli 2016. Setahun setelah kejadian, Ombudsman RI menemukan maladministrasi atas eksekusi dari Jeff.
Mereka menyebutkan bahwa eksekusi seharusnya ditunda karena di kala itu, karena pria asal Nigeria ini sedang mengajukan permohonan grasi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002, disebutkan bahwa terpidana mati yang mengajukan permohonan grasi, tidak dapat dilaksanakan sebelum Keputusan Presiden tentang penolakan permohonan grasi diterima oleh terpidana." Ombudsman RI menunjukkan adanya tindak diskriminasi di antara terpidana mati.