Kasus korupsi menjerat Menteri Sosial, Juliari P. Batubara. Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk penanganan Covid-19. Penetapan tersangka terhadap Juliari kali ini terasa berbeda. Sebabnya Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan bahwa Juliari bisa saja terancam hukuman mati.
Hukuman mati bisa diberikan jika tersangka terbukti melanggar pasal 12 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut Firli di ayat 2 memang ada ancaman hukuman mati.
Salah satu hal yang memberatkan Juliari adalah karena Presiden Jokowi telah menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional non-alam pada April 2020 lalu. Senada dengan itu, Menko Polhukam, Mahfud MD juga pernah membahas, siapapun yang melakukan korupsi saat bencana, akan terancam hukuman mati. (tribunnews)
Jika Juliari dijatuhi hukuman mati, maka ia akan menjadi pejabat pemerintah sekaligus orang pertama yang dikenakan hukuman mati di Indonesia atas tindak pidana korupsi.
Lama tidak terdengar, kini wacana hukuman mati bagi para koruptor kembali mencuat. Disinilah letak dilemanya. Di satu sisi, negara memang tidak seharusnya menolerir kejahatan korupsi, namun di sisi lain, apakah hukuman mati adalah solusi terbaik yang bisa menimbulkan efek jera?
**
Sampai hari ini, Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang masih menjalankan hukuman mati. Setidaknya terdapat 12 undang-undang yang masih mencantumkan hukuman mati sebagai salah satu bentuk hukuman pidana.
Sebagaimana hukum pidana lainnya, hukuman mati di Indonesia adalah warisan dari pemerintah kolonial Belanda. Pertama kali terjadi pada masa kepemimpinan Daendels tahun 1808. Waktu itu penentuan hukuman mati menjadi kewenangan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Hingga tahun 1951, pelaksanaan hukuman mati merupakan strategi untuk membungkam pemberontakan penduduk di wilayah Indonesia. Pada masa Orde Baru, hukuman mati dicantumkan sebagai cara untuk menjaga kestabilan politik, agar negara bisa berfokus pada upaya pembangunan.
Sementara selama 10 tahun terakhir, hukuman mati lebih banyak berfokus pada semangat pemerintah dalam menggaungkan perang melawan narkoba. Presiden Jokowi mengatakan bahwa hal ini harus dilakukan untuk memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan khusus ini.
Hukuman Mati Meningkat Drastis di Era Jokowi
Pasca era reformasi, jumlah hukuman mati meningkat pesat dibandingkan dengan masa pemerintahan otokratis (1954-1999). Bahkan sepanjang pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla, jumlah eksekusi mati di Indonesia meningkat 236% dibandingkan dengan era kepresidenan sebelumnya sepanjang pasca orde baru. (CNN Indonesia).