Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pola Asuh Orangtua China adalah Bentuk Toxic Relationship, Benarkah?

23 November 2020   09:32 Diperbarui: 23 November 2020   09:38 1680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pola Asuh Orangtua China (sumber: brilio.net)

Toxic relationships adalah sebutan yang menjadi viral akhir-akhir ini. Menceritakan mengenai pola hubungan yang tidak menyenangkan di antara sekurangnya dua orang. Bisa merupakan hubungan antara kekasih, pertemanan, hingga orangtua dan anak.

Apa yang dilakukan oleh kedua orangtua penulis, jelas merupakan gambaran umum tentang toxic relationships. Sebabnya penulis sempat merasa stres dengan pola asuh keras yang diterapkan. Pola asuh yang sering diasosiasikan dengan gaya keras orang Tionghoa, dibandingkan dengan gaya demokratis yang diterapkan oleh orang bule kepada anaknya.

Perbandingan kedua hubungan inilah yang dibahas pada sebuah buku yang banyak menuai kontroversi, karangan Amy Chua, seorang professor hukum dari Yale Law School yang berjudul "Battle Hymn of the Tiger Mother." Buku ini juga diterbitkan dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama pada tahun 2011, oleh penerbit Gramedia.

Buku Battle Hymn of the Tiger Mother (sumber: amazon.co.uk)
Buku Battle Hymn of the Tiger Mother (sumber: amazon.co.uk)
Perdebatan mencuat mengenai pernyataan dari Amy Chua bahwa mencetak anak yang berhasil ternyata lebih tepat dengan pola didik ala China dibandingkan dengan ala bule yang lebih demokratis. Pernyataan ini ia buat berdasarkan pengalamannya sewaktu kecil hingga mencapai kesuksesan seperti sekarang.

Pola yang sama digunakan oleh Amy kepada kedua anaknya yang sudah beranjak remaja. Anak-anaknya dilarang main game, nonton tv, harus les biola atau piano, hingga harus mendapat nilai A agar bisa menginap di rumah teman.

Dalam sebuah survei terhadap 50 ibu di Amerika dan 48 ibu imigran China, hampir 70 persen dari ibu Amerika menyatakan bahwa "menekankan keberhasilan akademis tidak baik untuk anak-anak. Yang penting orang tua harus menekankan bahwa belajar adalah hal yang menyenangkan."

Sebaliknya, ibu-ibu imigran China mengatakan bahwa "prestasi akademik mencerminkan orang tua yang sukses mendidik. Sebaliknya jika anak-anak tidak unggul, maka itu adalah kesalahan orang tua."

Studi lain juga mengatakan bahwa orangtua china menghabiskan 10 kali lebih lama waktunya untuk terlibat dalam aktivitas akademi anaknya. Bedanya dengan orangtua barat yang cenderung berpartisipasi dalam kegiatan ekstra kurikuler, seperti seni dan olahraga.

Sementara orangtua barat lebih memilih menyerah mengikuti kemauan anak, orang tua China lebih sabar dalam mendidik. Mereka menerapkan kedisiplinan yang keras dan di saat yang sama juga akan mendampingi anak-anak di masa masa sulit.

Amy menceritakan bagaimana ayahnya pernah memakinya dengan sebutan "sampah". Walaupun Amy merasa tidak enak, namun ia sadar bahwa umpatan itu untuk memotivasi dirinya agar tidak menjadi sampah masyarakat.

Orangtua China tidak segan-segan menegur secara langsung, "Hei gendut, turunkan berat badanmu." Sementara orangtua barat akan memberikan nasehat kesehatan dan pola diet yang bagus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun