Namun otak manusia memang unik adanya, dalam kasus semuanya tenang-tenang saja, efek Invisibility Cloak Illusion akan mendominiasi pikiran, namun situasinya akan terasa berbeda, jika ada yang salah dengan diri.
Dalam sebuah situasi dimana kita sedang duduk makan di sebuah restoran terkenal, tiba-tiba ada makanan yang terjatuh dan mengotori baju, apakah yang terjadi?
Sontak perasaan yang tidak nyaman akan datang menghampiri. Kita akan berusaha sekuat tenaga untuk menghilangkan noda yang mungkin hanya setitik saja. Perasaan tidak nyaman akan muncul seiring dengan pikiran bahwa seluruh pengunjung restoran sedang menertawai kita.
Nah efek ini disebut dengan Spotlight Effect (Efek Sorotan). Fenomena ini timbul jika seseorang merasa ia sedang diperhatikan, maka ia akan cenderung melebih-lebihkan kadar perhatian orang lain terhadap dirinya sendiri. (Rodolfo Mendoza-Denton, Psychology Today).
Menurut Denton, hal ini cukup wajar karena sebagai manusia, kita selalu merasakan sebagai pusat alam semesta, di mana segala sesuatunya mulai dari diri kita. Namun, tenyata kita tidak sebesar apa yang kita duga, karena masih banyak "pusat-pusat semesta" lainnya di luar sana.
Sebuah penelitian lain yang juga dipublikasikan di Journal of Personality and Social Psychology, membuktikan bahwa pada dasarnya, manusia suka melebih-lebihkan sesuatu terhadap pandangan orang lain pada dirinya.
Riset dilakukan dengan meminta sejumlah partisipan untuk mengenakan baju yang dianggap memalukan bagi dirinya. Setelah itu mereka diminta untuk memperkirakan seberapa banyak orang yang memerhatikan mereka. Pada saat yang sama, para periset juga membandingkan perkiraan itu dengn jumlah orang yang benar-benar memperhatikan. Hasilnya, partisipan cenderung melebih-lebihkan.
Riset kedua dilakukan dengan cara yang sama, namun kali ini dengan baju yang dirasa membanggakan bagi peserta. Hasilnya pun sama, partisipan melebih-lebihkan jumlah orang yang sebenarnya memerhatikan mereka.
Dari kedua hasil riset ini, ternyata perasaan malu dan bangga pada diri seseorang, tiada lain adalah sebuah perasaan yang terlalu dibesar-besarkan. Lebih lanjut, hal ini juga sangat berpengaruh terhadap perilaku dan tindakan. Perbuatan baik yang sudah dilakukan atau tindakan memalukan yang sudah terjadi cenderung bernilai "lebih" bagi para pelaku, ketimbang orang lain yang memedulikan.
Kenneth S. Bordens dan Irwin A. Horowitz berpendapat bahwa manusia suka berasumsi bahwa orang lain akan mengenali perasaannya. Asumsi ini yang kemudian membuat kita selalu berpikir, seseorang akan memperhatikan gerak-gerik kita.
Dengan demikian perasaan inilah yang akan membatasi diri dengan orang lain yang bermanifestasi dalam bentuk malu, sopan, berperilaku etis, dan hal-hal baik lainnya.