Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Praktik Omiai, Aplikasi Kencan yang Sudah Berusia Ratusan Tahun

20 Oktober 2020   18:13 Diperbarui: 20 Oktober 2020   18:18 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Omiai (sumber: freepik.com - fb.omiai-jp.com)

Setelah mendapatkan pasangan yang cocok, pihak biro kemudian menghubungi pihak yang ditaksir. Pertemuan pertama kemudian disusun dengan melibatkan keluarga lengkap yang terdiri dari kedua orangtua dan anaknya.

Tidak banyak hal yang bisa digali dari pertemuan pertama. Kedua belah pihak biasanya hanya saling menjajaki dan mengisi pertemuan dengan perkenalan awal dan obrolan ringan.

Jika ada ketertarikan, kedua belah pihak kemudian menyusun pertemuan kedua dan ketiga. Pihak biro akan mengatur waktu pertemuan selanjutnya yang langsung masuk ke dalam pembahasan yang lebih serius, yaitu pernikahan!

Biasanya periode tunggu untuk tanggal pernikahan juga tidak terlalu lama. Durasinya adalah beberapa minggu atau bulan setelah pertemuan pertama. Ternyata orang Jepang memang tidak suka bertele-tele. Komitmen untuk mendapatkan pasangan melalui praktik Omiai sudah ditekadkan sejak awal.

Akan tetapi, alasan yang paling mendasar bukanlah masalah efisiensi, namun biaya. Iya, ternyata menggunakan jasa biro ini sangat mahal, sehingga lebih cepat menggelar proses pernikahan lebih baik, agar tidak ada uang yang terbuang percuma.

Apakah Akan Berakhir Bahagia?

Tentu bagi orang lain yang tidak memahami tradisi ini akan bertanya, apakah proses yang sedemikian cepatnya ini dapat menciptakan hubungan yang langgeng?  Nah, ternyata statistik mengatakan bahwa mereka yang menikah melalui praktik Omiai ini memiliki tingkat perceraian yang lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang berpacaran dengan cinta sejatinya.

Apakah hal ini terkait dengan kultur orang Jepang yang menyatakan bahwa cinta adalah sesuatu yang semu, sehingga kepentingan ekonomi dan sosial jauh melebihi perasaan? Atau apakah karena budaya patriarki masih sangat kuat di sana, hingga wanita yang "salah pilih" tidak akan bisa melakukan banyak hal?

Tidak ada yang tahu, yang pasti bahwa praktik Omiai masih bertahan di Jepang dengan caranya sendiri, menunjukkan bahwa biro jodoh konvensional masih sangat tinggi minatnya dibandingkan dengan aplikasi online semacam Tinder.

Selain itu, jangan lupa bahwa meskipun tergolong negara maju, Jepang masih termasuk kolot dalam mematuhi tradisi lokal dan kepercayaan kuno. Bisa saja Omiai adalah sebuah ajang perjodohan sakral yang juga melibatkan para Dewa-Dewi penghuni Nirwana. 

Referensi: 1 2

SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun