Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Vanesha Menangis pada Saat Dilan Mencumbui Dirinya

3 Juli 2020   10:44 Diperbarui: 3 Juli 2020   11:05 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada dengusan erotis pada saat sedang bercinta, Vanesha justru menangis tersedu-sedu pada saat Dilan sedang mencumbui dirinya.

Meskipun dirinya tak kuasa untuk merasa sedih, namun ia tak mampu untuk menghentikan Dilan yang setengah sadar. Entah perasaan apa yang datang menghampiri, membuat ia tak lagi merasa nyaman dengan dirinya.

Semuanya bukan salah sang lelaki dan tidak ada penyesalan apalagi kebencian dari Vanesha kepada Dilan yang mencintainya.

Apakah ini termasuk dalam kategori kekerasan seksual? Tunggu dulu, jangan terlalu cepat membuat kesimpulan, meskipun menangis jelas adalah ungkapan hati yang sedang sedih.

Vanesha tidak sendirian di dunia ini. Ia pernah membaca penelitian oleh Robert Scweitzer, Ph.D., pada tahun 2015, mengatakan bahwa 46% dari wanita yang pernah berhubungan badan pasti mengalami simtom yang dikenal dengan Postphytal Dysphoria (PCD) atau Post-Sex Blues.

106 dari 230 wanita yang menjadi partisipan dalam proyek penelitian Dr. Schweitzer pernah mengalami perasaan tertekan yang datang tanpa alasan pada saat sedang berhubungan badan, bahkan pada saat sedang masturbasi.

"Tidak usah minta maaf sayang." Ujar Vanesha sambil mengusap wajah Dilan yang merasa bersalah karena lupa daratan.

Meskipun bekas air matanya masih berada pada pipinya yang bening, namun ia tak dapat menahan kebahagiaan dan rasa syukur karena telah memiliki Dilan.

Dilan mungkin bingung mengapa Vanesha menangis. Meskipun mereka telah resmi menjadi suami istri, namun hubungan mereka sebenarnya baru seumur jagung.

Dilan yang sudah hampir kepala 4, sudah terdesak oleh usia dan orangtua. Jarak 12 tahun usia tidak menghalangi diri mereka untuk segera menikah, meskipun baru berkenalan 6 bulan lamanya.

"Apakah kamu pernah dilecehkan?" begitulah yang muncul dalam kepala Dilan yang tidak sempat diutarakan kepada Vanesha sang kekasih hati.

Dilan tidak asal pikir, salah satu ciri dari PCD memang adalah akibat trauma masa lalu, seperti keguguran, perkosaan atau kekerasan seksual.

Wajar saja Dilan berpikiran demikian karena trauma masa lalu lazim menimbulkan ketakutan dalam bercinta, meskipun dengan pasangannya sendiri.

Namun teorinya ini segera dibuang jauh-jauh, ia tahu persis bagaimana Vanesha adalah seorang yang gadis yang selalu menjaga marwahnya. Vanesha adalah seorang wanita yang diajarkan untuk selalu menekan hawa nafsunya sebagai seorang wanita yang terhormat.

Selain ia masih gadis, pada saat malam pertamanya, Vanesha juga tidak pernah berpacaran dengan lelaki manapun. Namun Dilan tidak tahu justru perasaan seperti ini yang membuat Vanesha merasa bersalah saat melakukan hubungan intim, bahkan terhadap suaminya sendiri.

Sebagai keluarga yang memegang teguh tadisi, ibu Vanesha sering mencecari dirinya bahwa hubungan intim sebelum pernikahan adalah sesuatu yang kotor dan najis. Namun sayangnya, sebagai pengantin baru, doktrinisasi dari ibunda yang tercinta tidak bisa begitu saja lepas dari pikirannya.

Vanesha merasa susah untuk membedakan makna sebuah "pelayanan seksual" bagi seorang istri dan ikatan kepercayaan kepada seorang suami. Dirinya yang peka dan emosinya yang gampang meluap membuat perasaan takut kehilangan Dilan dan takut membuka diri sebagai Vanesha bercampur menjadi satu.

Menurut Rachel, adik sepupu Dilan yang juga seorang psikolog, PCD adalah simtom yang tidak berbahaya dan tidak perlu dikhwatirkan, Hal ini bahkan terjadi juga pada seorang pasien lelakinya yang berusia 20-an tahun.

"Ia merasa sakit hati dan tertekan, dan tidak nyaman dengan dirinya sendiri." Ujar Rachel menelusuri pengalamannya.

Pembawaan Rachel yang supel dan enak diajak berbicara kemudian berlanjut menjadi perbincangan seputaran dunia seks. Hal ini diakui oleh Rachel untuk membuka wawasan Vanesha yang memang masih terbalut dengan norma kesusilaan yang tertutup.

"Yang dibutuhkan hanyalah keterbukaan dalam berhubungan intim, jika Vanesha menangis, maka ungkapkanlah apa perasaanmu, meskipun kamu sendiri tidak mengerti mengapa itu terjadi."

PCD adalah sebuah luapan emosi yang normal tidak lebih dari itu.

"Apa yang Vanesha rasakan sebenarnya adalah gabungan diantara rasa sedih dan luapan kegembiraan, layaknya seseorang yang menangis terharu, atau menangis bahagia."

Hal yang perlu dilakukan ketika perasaan emosional muncul dalam berhubungan intim adalah, meminta pasangan untuk berhenti dan menenangkan diri, minum air mineral, dan berdiam diri sejenak sambil menarik nafas dalam-dalam.

"Jika kemudian Vanesha kehilangan nafsu, maka Dilan juga harus bersabar dan memahami kondisinya. Pada akhirnya mencintai, bukan berarti bercinta saja."

Sebagaimana dalam setiap kegiatan, perasaan takut, sedih, dan bersalah adalah hal yang wajar, demikian pula pada saat bercinta. Pun tidak perlu merasa malu saat merasakan orgasme yang hebat dalam berhubungan badan.

Dari semua saran, maka jurus yang paling ampuh bagi Dilan adalah memeluk Vanesha sang kekasih, dan mengatakan cinta kepadanya dengan setulus hati. Wanita adalah mahluk yang rapuh yang perlu disayangi, sebagaimana kata pepatah,

"Pelukan diciptakan untuk membiarkan orang tahu bahwa anda mencintai mereka, tanpa harus mengatakan apa-apa." 

Referensi: 1 2 3

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun