Rasa sakit adalah hal yang paling dihindari, terasa sangat menjengkelkan, namun sebenarnya adalah respons alami tubuh sebagai sinyal, bahwa ada sesuatu yang salah.
Namun jika menjadi berkepanjangan, maka rasa sakit bisa menjadi malapetaka. Jika terjadi, maka manusia akan selalu berharap agar dirinya tidak pernah mengenal rasa sakit.
Persepsi rasa sakit bagi setiap manusia ternyata berbeda-beda. Menurut Erin Young dari University of Connecticut School of Nursing, rasa sangat berhubungan dengan gen yang menyusun kode DNA manusia.
Sebagian besar dari jutaan variasi kecil gen ini diketahui adalah penyebab rasa sakit. Variasi gen ini juga dikenal sebagai 'Polimorfisme Nukleotida Tunggal (Single Nucleotide Polymorphism) atau disingkat SNIP.
SNIPÂ yang berbeda dari setiap manusia inilah yang membedakan kemampuan manusia dalam menerima rasa sakit.
"Ada sekitar 10 juta SNP yang diketahui berada dalam genom manusia --kombinasi dari SNP tersebutlah yang membuat kode DNA, membedakan tiap individu di dunia dan rasa sakit yang dirasakannya," papar Erin.
Namun, tahukah anda jika ada golongan kecil manusia yang tidak pernah merasakan rasa sakit? Dalam istilah kedokteran, kemampuan ini disebut sebagai Congenital Analgesia atau Congenital Insensitivity to Pain (disingkat CIPA).
Dan ini bukanlah berkah, seperti pada kisah nyata berikut ini.
Pada tahun 1932, seorang dokter menemukan seorang pria yang bernama Edward Gibson yang mengaku tidak pernah mengenal rasa sakit. Pria tersebut justru hidup mencari nafkah pada festival Vaudeville (semacam pasar rakyat), di Amerika Serikat, dengan membiarkan orang menyakitinya, seperti menerima pukulan di wajah, membakar kulitnya, hingga memalu paku di tangannya.
Selain itu, pada tahun 1949, seorang gadis muncul di Poole General Hospital, rumah sakit umum bagi penderita penyakit akut, di Dorset, Inggris. Gadis tersebut kelihatan sangat parah dengan bekas-bekas luka pada badannya, dan lutut, paha, dan pergelangan tangan yang bengkak.
Namun anehnya, sang gadis kecil tersebut mengatakan bahwa ia "baik-baik saja." Penyidikan lebih lanjut oleh tim dokter mengatakan bahwa ia tak pernah mengenal rasa sakit, meskipun berulang kali jatuh tertelungkup di atas beton jalan saat bermain dengan anak-anak lain.