Pembicara dan penulis sama sama menjalankan aktivitas yang berhubungan dengan komunikasi. Isi kepala dituangkan dalam bentuk yang indah, segar terhantar ke khayalak ramai.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, kedua jenis aktivitas ini merupakan sebuah seni yang mempertontonkan kelihaian menyampaikan informasi.
Dalam dunia Kang-Auw, kedua seni ini dapat dianalogikan sebagai jurus "Tinju Selatan" dan "Tendangan Utara". Sama-sama menguasai jagad raya persilatan, dan tidak ada satupun yang lebih lebih lihai dari yang lainnya.
Pun orang yang menguasai jurus-jurus sakti ini, adalah mereka yang memiliki minat dan talenta. Ditempa dengan guru yang bagus dan pelatihan yang keras, membuat mereka menjadi semakin tak terkalahkan.
Konon kabarnya, daerah utara Kang-Auw adalah daerah pegunungan, sehingga penduduk utara memiliki kaki yang kuat untuk menempuh perjalanan naik turun gunung.
Adapun desa pesisir selatan yang penuh dengan aktivitas laut yang keras, membuat kekuatan tangan yang berotot menjadi sangat berguna untuk mengayuh sampan.
Kedua kekuatan alami ini yang kemudian membentuk perguruan partai "Tendangan Utara"Â dan "Tinju Selatan". Haitzzzz... Ciaaatttt... Haiyaaaaa.
Demikian pula halnya dengan profesi pembicara dan penulis. Masing-masing diharuskan untuk memiliki keahlian dasar yang mumpuni.
Pembicara diharuskan sudah terbiasa tampil didepan umum dan menguasai audiensnya. Harus mampu mengatasi demam panggung alias sudah terbiasa tampil narsis.
Sementara penulis diharuskan untuk dapat berkonsentrasi dan menguasai dirinya. Sanggup menciptakan karya tulis yang indah terapresiasi alias sudah terbiasa sepi sendiri.
Selain memiliki tata bahasa yang teratur-terstruktur-terukur, konten yang informatif, dan pemilihan diksi yang tepat, pembicara juga diharuskan untuk menguasai intonasi dan vokalisasi, sementara penulis diharapkan untuk lebih teliti dalam memperhatikan aturan SPOK, ejaan yang tepat, dan penempatan tanda baca yang benar.