Sebuah berita datang dari dunia sepak bola, tapi ini bukan kabar pertandingan yang sedang murung-murungnya. Pencinta kondom pantas berbahagia, sebabnya mantan pemain Parma, Faustino Asprilla menawarkan kondom gratis buat para pelanggan yang sedang "WFH."
Ya, WFH memiliki sejuta makna, kerja depan laptop, sambil nonton berita perkembangan Covid-19, dan sejuta godaan lainnya (ehem...ehem...).
Di sinilah kondom dibutuhkan, dimanakah kau berada, engkau selalu kurindukan. Pabrik kondom Faustino Asprilla yang bernama Condones Tino untuk sementara terpaksa menghentikan operasinya di Kolombia akibat pandemi yang merajalela.
Sadar akan kebutuhan syahwat yang mendesak, mantan pemain Newcastle United ini akhirnya membagikan kondom tersisa yang tersedia secara gratis.
Kondom memang dibutuhkan pada saat ini, permintaanya melonjak mendekati kebutuhan akan masker. Sama-sama berfungsi menutup aurat yang berbasah, namun kondom punya kelebihan lain, yakni untuk menutup anggota tubuh yang kurus panjang. (lihat gambar).
Seperti yang dilansir dari sumber kompas.com, penggunaan kondom di jari mendadak viral, seiring ketakutan akan wabah yang sedang membumi.
Konsumen kagok, produsen gondok, hingga PBB pun akhirnya ikutan berkokok. Sebabnya hanya mendapatkan sekitar 50% pasokan kondom selama pandemi berlangsung, dan ini sangat berbahaya, terutama bagi keluarga miskin yang rentan dengan dampak stok kondom menipis.
Badan Kesehatan Reproduksi PBB selama ini memang bekerja sama dengan seluruh pemerintah di dunia untuk mendukung program keluarga berencana. Tentu efek terbesar dari masalah ini adalah meningkatnya kehamilan yang tidak diinginkan, angka aborsi, dan resiko penyakit menular seksual.
Nampaknya, masih banyak Faustino Asprilla lainnya di luar sana yang kesulitan memproduksi lembaran karet bergetah ini. Bukan saja pembatasan jam kerja produksi, namun masalah transportasi dan distribusi akibat lockdown juga menjadi penyebab terkini.
Sayangnya kondom tidak mendapat keistimewaan yang sama dengan bahan makanan dan obat-obatan. Kondom masih dianggap sebagai "warga kelas dua"Â dalam distribusi dan sekaligus kebutuhannya.