Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Normalisasi Hati dan Naturalisasi Pikiran

10 Januari 2020   07:14 Diperbarui: 10 Januari 2020   07:19 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Normalisasi dan Naturalisasi adalah dua kata yang tiba tiba mendapatkan trending topik akhir akhir ini. Berasal dari banjir besar yang melanda ibukota, membuka mata terhadap sebuah istilah, dan mengusik hati yang geram terhadap aksi penyelesaian.

Bukan salah siapa siapa, jika kedua kata ini mendapat tempat diatas pikiran yang paling panas. Sikap dan reaksi tidak perlu menjadi ganas, atas musibah yang telah terjadi. Hanya hati nan mawas dapat menenangkan pikiran yang sedang melawas.

Penulis tidak ingin membahas mengenai banjir yang sedang melanda ibu kota. Penulis hanya ingin meminjam kedua istilah ini untuk melihat sesuatu dari sisi yang berbeda. Melihat kedalam batin, agar musibah tidak menjadi terlalu berat bagi kita semua.

Musibah banjir adalah sebuah ketimpangan. Pada dasarnya, alam telah memberikan sebagian porsinya kepada manusia. Namun, bermaksud hidup dalam keseimbangan, sampah selalu menjadi prioritas dari sikap yang tidak pernah berimbang.

Mungkin kita memahami bahwa kehidupan dan seluruh perubahannya adalah refleksi dari diri kita. Namun apakah kita menyadari, seberapa besar kekuasaan untuk merubah kehidupan ini?

Kehidupan adalah apa adanya, sebagaimana munculnya siang dan malam pada porsinya. Merubah kehidupan adalah suatu hal yang mustahil, bagai mengharapkan batu yang hamil. Untuk merubah kehidupan, maka kita harus mengubah cara pandang dan cara pikir, karena mengubah diri sendiri bukanlah hal yang mustahil.

Jika kita ingin segala sesuatu disekitar kita berwarna merah, maka gunakanlah lensa kacamata berwarna merah, bukan memaksakan tetangga untuk setiap hari berbaju merah.

Dengan demikian, kehidupan akan berubah sesuai cara pandang dan cara pikir kita. Tentunya ini hanya sebuah contoh ringan yang mudah diserap oleh pikiran yang normal dan hati yang natural. 

Dunia tidak pernah salah, bahwa sehari memiliki 24 jam, seminggu ada waktu 7 hari, dan setahun menampung 365 hari. Yang salah adalah cara kita memahami kehidupan dengan hati yang tidak pernah sadar bahwa waktu berjalan secara konstan.

Oleh sebab itu, normalisasi hati dan naturalisasi pikiran adalah hal yang patut dicoba, agar kehidupan dapat menjadi selaras dengan pemahaman kita. Kedua cara ini dapat membantu kita untuk memahami kehidupan dengan lebih baik. Melihat kehidupan dengan apa adanya dan sebagaimana adanya.

Normalisasi Hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun