Pemandangan elok nan mempesona di laut Sodong, Adipala Cilacap, yang aku kunjungi waktu itu. Banyak dari mereka merupakan sanak saudara yang mengahabiskan waktu cuti lebaran dengan berwisata.
Dibalik ramainya pengunjung wisata itu. Aku teringat bagaimana pagi itu, dijalan bersama dengan keluarga jauhku katakanlah saudaraku. Menjemput ponnakaku yang rumahnya beda kabupaten denganku. Untuk dijemput kerumah merayakan lebaran berasama dua hari sebelumnya.
Aku sebagai pribadi, yang merasa cuek, bahkan cenderung liberal pemikirannya. Segala sesuatunya termasuk apa-apa nasehat yang terlontar dari sanak-saudara itu. Tak selalu aku bawa serius. Meskipun apa-apa yang berkaitan dengan hidupku. Selalu aku renungi dan menjadi beban pikiran, yang berputar pada beban, beban dan beban jika diresapi membawa keseriusan itu tanpa dikomandoi hadir sendiri.
Tetapi, inilah aku. Terkadang beban yang berat di dalam pikiran jika terlalu berat. Akan aku lepaskan begitu saja. Tanpa berbicara permisi terebih dahulu. Kemudian sedikit merenung bahkan dibuang jauh dalam tulisan. Meski menulis jika terlalu diharapkan pada tema dan penghasilan materi. Sialnya tak pernah aku dapatkan itu.
Inilah yang membuat kesadaranku terus bertumbuh. Bagaimana aku memang harus terus dan terus hidup dengan prinsip itu. Sepertinya aku lebih nyaman dengan menulis begini. Tanpa alur yang jelas. Mengalir bagai luasnya sungai Mahakam di pulau Kalimantan sana.
Tulisan yang sedikit melengking dengan Bahasa. Imaji-imaji sasatra dan sentuhan filsafat hidup ringan, yang ingin aku bawa pada setiap tulisan-tulisanku ini. Tentu semua itu untuk dimengerti. Bagaimana filsafat hidupku dan nilai-nilai prinsip, yang menjadi acuanku untuk terus dibaca kembali setidaknya sebagai catatan hidupku.
Sebab bagimanapun mampu membaca diri memiliki efek yang biak. Setidaknya untuk tahu posisi diri. Apa-apa yang dapat dilakukan oleh diri dan juga membawa diri untuk tidak semakin justru memalukan diri sendiri menjalani hidup ini.
Apalagi, aku adalah orang yang sedikit meluangkan waktu untuk menulis. Penulis bagiku merupakan orang-orang yang jujur dan apa adanya. Tanpa sekat kemunafikan sama sekali meskipun menulis bisa saja meluapkan kemunafikan. Namun cerminan dari tulisan yang munafik, identitas karakter juga bagi penulis-penulis munafik.
"Ya jelas saja. Gambarannya jika suatu karya seni bukan spesialis kita. Tak nyaman dan ide tak deras mengalir di luapkan. Itu tidak akan pernah menjadi suatu karya yang terluapkan sebagai katarsis. Begitulah seni yang terluapkan dalam tulisan. Selalu menempatkan dirinya untuk karakter si penulis".
Aku memang lebih cocok menulis begini. Tanpa bahasa yang kaku dan tanpa kata-kata yang sulit di mengerti. Bahkan dari cara membaca ideku sendiri untuk diluapkan segala macam isinya.