Manusia dan euforianisme bukan sesuatu yang dipisahkan. Sebagai mahkluk yang berpikir. Manusia dalam memandang hari yang baru berarti harus ada proses, perubahan, hingga sebuah kepuasan yang harus diraih dalam hidup.
Entah, bagiamana sebuah perspektif perubahan hidup itu harus dibuat. Bahasanya bisa dengan mengikuti sebuah tren yang resolustif. Ungkapan refleksi akhir tahun 2022 menuju 2023, yang mau tidak mau itu akan trus bergerak maju dalam anggka dan kesadaran akan ingatan manusia.
Apapun itu adalah bentuk sebuah evolusi kehidupan manusia itu sendiri dari waktu ke waktu. Proses, perubahan, hingga sebuah kepuasan dari hidup, hanyalah sebuah perspektif dalam saat ke saat. Namun akhirnya ketika kita sadar pada uaraian "disini-saat ini" sebuah resolusi yang kita anggap baru itu juga berarti adalah sebuah ironi.
Maka dengan penutupan nilai dari tahun yang dalam sekejap ini akan berubah dari 2022 menjadi 2023. Ada pergantian tahun yang harus semua sadari bahwa perubahan itu adalah kepastian bahkan jika itu ada dalam sebuah perspektif.
Apakah kita semua dapat berdamai dengan segala macam perubahan itu dan ketepatan waktu yang harus; "mau tidak mau berubah dengan segala macam tantangnnya sendiri"?
Formulsi akan perubahan diri. Mungkinkah kehendak pada saat-saat dapat mengubah proses dan tujuan kehidupan kita bertumpu pada sugesti resolusi sebagai bagian dari titik nadi kesadaran akan kehidupan?
Yang akan terus berjalan maju dengan segenap ungkapan lebih baik dari tahun ini untuk tahun-tahun berikutnya? Tidak memunculan ironi baru karena setiap saat adalah bentuk perubahan itu?
Pemaknaan Diri Pada Perubahan
Memang pemaknaan diri pada perubahan sangat penting. Artinya kemampuan adpatasi manusia pada setiap saat-saatnya menunjukan bagaimana daya tahan pada kehidupan akan selalu dipertaruhkan.
Apa lagi dijaman yang serba uang ini dengan kapitalisme yang semakin maju, peran-peran social masyarakat yang terus menujukan reduktifitasnya pada sisi fundamental masyarakat menunjukan sisi-sisi individualistik.