Memang di indonesia sendiri tidak terhitung jumlah ormas atau organisasi masyarakat yang ada.
Umunya Negara demokratis, masyarakat berserikat dan mewadahi diri pada suatu organisasi merupakan hal yang biasa dan dianjurkan untuk menyehatkan demokrasi.
Sebab organisasi yang terdiri dari banyak manusia di dalamnya, di Negara demokratis sendiri merupakan jalan untuk menyuarakan aspirasi dari dan untuk masyarakat.
"Untuk itu Negara demokratis tetapi dalam praktiknya mengebiri suatu perkumpulan masa, di situlah demokratisasi suatu Negara dipertanyakan, demokrasi hanya lebel atau memang sudah merambah pada praktik demokrasi itu sendiri".
Maka tidak dipungkiri dengan banyaknya masyarakat indonesia, ormas dari golongan apapun ada disini tidak terkecuali dari golongan ormas berlatar belakang agama.
Tentu agama islam sebagai mayoritas dipeluk penduduk indonesia menciptakan banyak ormas salah satunya adalah GP Ansor yang berafiliasi dengan NU atau Nahdatul Ulama.
Selain itu ormas berlatar belakang islam sendiri tidak hanya GP Ansor, banyak ormas-ormas lain selain GP Ansor contohnya yakni Muhammadiyah, LDII, dan lain sebagainya.
Ormas non agama di indonesia juga tidak kalah banyaknya yang bersifat unsur kedaerahan maupun unsur nasional seperti PP atau (Pemuda Pancasila), GMBI (Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia) dan FBR (Forum Betawi Rempug) serta masih banyak lainya.
Untuk itu dengan eksistensi ormas sendiri dalam wacana berdemokrasi memang sangat penting, saya tidak menafikan adanya demokrasi sehat jika memang suara dari masyarakat terfasilitasi dengan kebebasan berserikat.
Sebagai bentuk pertanyaan saya sebagai warga negara, apakah memang organisasi di Indonesia yang ada sudah sesuai dengan aturan berdemokrasi itu sendiri?
"Memang sebagai manapun kuat demokrasi dalam memfasiltasi kebebasan, tetap ada kaidah-kaidah demokratis yang harus dipatuhi yakni dasar hukum yang dipakai dalam Negara demokratis".
Berkaca dari dibubarkannya FPI sendiri oleh pemerintah pada (30/12/30) yang lalu tentu dipengaruhi oleh hukum yang berlaku dalam Negara demokratis itu sendiri.
Seperti diungkapkan oleh Mahfud MD, salah satu pembubaran FPI sendiri diakibatkan oleh tidak adanya kedudukan hukum sebagai organisasi karena Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI telah habis Juni 2019.
Tetapi yang menarik dari pembubaran FPI adalah mungkinkah eksistensi FPI tidak akan pudar oleh pembubarannya sendiri yang dilakukan pemerintah?
Seperti diketahui FPI juga langsung mengganti namanya pasca dibubarkan oleh pemerintah menjadi Front Persatuan Islam.
Menanggapi nama baru FPI sendiri dalam berserikat mengganti nama pasca dibubarkan, saya sendiri sebagai warga Negara berpendapat pergantian nama FPI sendiri sangat wajar dan memang Negara demokratis harus memfasilitasi itu apapun bentuk masyarakatnya berserikat.
Namun ajakan yang dilakukan oleh GP Ansor sendiri untuk merangkul ex FPI sangat patut diapresiasi sebagai organiasi yang telah dibubarkan oleh pemerintah untuk bergabung bersama melanjutkan perjuangan.
Seperti diketahui Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, Mohammad Haerul Amri, berpendapat cara mengajak bergabung itu bisa menjadi jembatan terbaik dan bisa menghindari aksi-aksi yang tidak dibenarkan.
Tentu berkaca dari sisi kontroversi FPI yang dilakukan selama ini seperti sweeping dan lain sebagainya yang dipandang public sering membuat kegaduhan.
Haerul berujar, saat ini ada banyak ormas Islam yang bisa dijadikan wadah baru bagi para mantan anggota FPI, di antaranya Nahdlatul Ulama (NU) atau Muhammadiyah yang memiliki pandangan islam moderat.
Mungkinkah titik temu dari dibubarkannya FPI oleh pemerintah yakni menerima ex FPI untuk berlabuh pada ormas-oramas lain seperti GP ansor yang sama-sama mempunyai latar belakang ormas islam?
MUI atau Majelis Ulama Indonesia sendiri juga meminta soal pembubaran FPI untuk dapat sama-sama membina, merangkul, dan bukan memukul untuk menciptakan keadaan yang kondusif di tengah masyarakat.
Pertanyaannya dengan berbagai fenomena sendiri antara FPI dan GP Ansor yang seringkali bersilang pendapat, apakah mereka dapat benar-benar satu sama lain dapat meleburkan menjadi satu wadah untuk meneruskan perjuangan dan cita-cita mereka sebagai ormas berlatar belakang islam?
Tidak dipungkiri seringnya satu sama lain berbeda pandangan dalam memaknai gerakan islam dan politik antara FPI dan GP Ansor dapat dikatakan satu sama lain saling berkontradiksi .
Namun jika mereka dapat melebur menjadi satu, saya kira Indonesia sendiri akan asyik sebab dalam suatu pertentangan yang dipertontonkan pada publik selama ini yang sering bersilang pendapat antara GP Ansor dan FPI.
Jika memang mereka benar melebur menjadi satu akan membuat suatu pelajaran yang sangat berharga bagi publik Indonesia yang demokratis, dimana tujuan berserikat sendiri adalah menyatukan perbedaan menjadi satu tujuan yang mulia dicita-citakan masyarakat demokratis, untuk menciptakan kebebasan masyarakat dalam terlibat di pemerintahan dari dan untuk rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H