"Tidak ada yang lebih indah dari merajut indahnya persahabatan, hidup rukun, dan bersama-sama mengindahkan dunia yang sudah ini".
-Toto Priyono-
Mungkin jika dipikir dengan tinjauan yang lebih dalam dari memaknai hidup itu sendiri, perubahan, kehacuran, dan segala sesuatu bentuk hidup yang tidak dapat diterima, salah satu untuk dapat berdamai dengan diri kita sendiri adalah menyadari.
Maka dari itu apapun upaya untuk saling menghancurkan satu salam lain, merendahkan satu kelompok dengan kelompok lain, seharusnya menjadi cerminan bawasannya tanpa adanya kedamaian dalam kebersamaan, hidup tidak akan indah dan dipenuhi rasa curiga.
Tentu membaca kabar bawasannya GP Ansor siap menampung ex kader FPI pasca dibubarkan itu sangat menyejukan dibalik masih hangatnya dunia politik pasca dibubarkannya FPI oleh pemerintah.
Seperti diketahui pemerintah sendiri membuabarkan organisasi FPI atau Front Pembela islam melalui surat keputusan bersama pada Rabu (30/11) lalu. Dimana atas pembubaran itu FPI menjadi organisasi terlarang di Indoneisa.
Sebenarnya kabar dari ingin dibubarkanya FPI sendiri pernah dilontarkon oleh Gus Dur mantan presiden republic Indonesia ke empat itu.
Hubungan Gus Dur dan FPI memang kerap memanas pada awal 2000-an. Puncak perseteruan keduanya terjadi pada pertengahan 1 Juni 2008.
Saat itu, massa beratribut FPI menyerang massa Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang sedang menggelar peringatan hari lahir Pancasila di Monumen Nasional.
Massa FPI bahkan menyerang ambulans yang membawa orang-orang yang terluka. Serangan dilakukan karena massa FPI menduga ada perwakilan jemaah Ahmadiyah yang hadir di acara itu.
Dengan penyerangan yang dilakukan FPI pada acara tersebut, Gus Dur mengungkap kekecewaan terhadap aparat dan pemerintah. Ia menyesalkan aparat yang hanya diam melihat aksi kekerasan FPI.