Saat riuh mulai berbisik, aku ingin menjadi mercusuar ditengah ombak yang ganas. Dinamika hidup memang penuh dengan untaian keinginan dan harapan.
Mungkinkah harapan sendiri sesuai dengan apa yang manusia inginkan? Lagi-lagi aku seperti hidup dalam bayang-bayang tidak aku punyai, sedikit ingin memelas diri, melupakan semua apa yang menjadi dasar dari keinginan.
Maka pada saatnya, aku ingin menjadi diri yang tidak lagi berharap apa-apa. Tidak lagi ingin seperti apa-apa. Namun aku harus menerima kenyataan lagi bawasaanya sekuat-kuatnya mercusuar ditengah laut itu, adakalanya ia akan tumbang juga dikoyak ombak.
Apapun dalam hidup, tidak ada yang kekal sebagai apapun dirinya termasuk manusia. Lagi-lagi menjadi manusia, sakit hati, kecewa, bahagia, dan sengsara, rasanya akan tetap hinggap pada waktunya.
Untuk itu berlarilah dirimu manusia dalam bayang-bayang angamu sendiri. Karena pada saatnya engkau akan terhempas dibalik pintu ketidak kekalan dirimu.
Bahagiamu, sengsaramu, dan kekalutan yang mengisi hari-harimu tidak lain adalah renunganmu mencapi kedewasaanmu sendiri.
Para hina, para nestapa dan para manusia papa yang sudah enggan lagi hidup dalam bingkai kemauannya. Sudahilah, dan tetap sudahilah dirimu sebagai mana adanya. Pelarian itu sungguh membuat diri sangat membenci dirinya sendiri.
Tidak lain, beban hidup yang manusia buat sendiri, haruslah tetap dijalani walupun pahit dan getirnya hidup dakam pikiran sendiri.
Lamunan ini sungguh menciptakan hati-hati yang rapuh dalam setiap kesengsaraan hidupnya. Menjadi rendah, maupun menjadi tinggi.
Sudahlah bahwa dirinya akan usai pada akhirnya, pada waktunya yang jika tidak disyukuri dirimu hanya akan membenci hidup.
Akuilah dan sadirilah nasibmu, malangmu, dan rasa ketidakpuasanmu pada sesuatu. Derita dan bahagia karena ulahmu sendiri, semua tidak lain dari itu.