"Satu kearifan tertinggi dalam demokrasi adalah mampunya seorang calon pejabat public jika kalah menerima segala bentuk kekalahan itu".
Tetapi tentang nasib semua berlaku sama, siapapun manusianya dimata nasib, tidak ada beda ada kalanya mujur ada kalanya ancur. Begitupun dengan hasil pemilihan umum, karena yang mujur adalah yang dipilih lebih banyak  rakyat.
"Maka dari itu menjadi pejabat public yang dipilih secara demokratis, tidak bisa memaksakan kehendak, kalah dan menang harus diterima selayaknya sebuah permainan dadu".
Maka jauhnya kemungkinan menang dalam pilpres Amerika Serikat 2020 seharusnya disiasti betul oleh Donald Trump untuk dapat menerima kenyataan. Dimana sikap kesatria menerima kekalahan itu harus ditunjukan bukan pada public Amerika Serikat saja tetapi juga pada dunia.
Untuk itu dengan dengan langkah yang dilakukan Trump, saya kira meski ada nada kekecewaan dan saling klaim kemenangan kenyatanya memang hanya sebatas retorika di media social Trump.
Tidak pada bentuk aksi nyata yang diinisiasi oleh Trump seperti apa yang dilakukan oleh kubu Prabowo dulu di pilpres Indonesia 2014 dan 2019. Sampai melakukan syukuran dan konversi pres umumkan kemenanngan dan membelah hasil hitung cepat untuk kemenangan terpilih presiden.
Memang adanya protes demonstrasi masa menolak kekalahan capres pilihannya merupakan hal yang biasa terjadi dalam demostrasi. Begitu juga protes dan demonstrasi di Amerika Serikat atas kekalahan yang dilakukan oleh pendukung Trump.
Tetapi sikap dingin Trump tidak terlalu jauh dalam memprovokasi masa pendukungnya sendiri membuat Trump lebih bermartabat dari pada kubu Prabowo dulu, yang terkesan dengan sengaja menggiring opini public, dimana kubunya "Prabowo" adalah pemenang pilpres Indonesia saat itu.
Trump saat sadar akan kekalahannya, melipur diri dengan bermain Golf ketimbang mengikuti hasil suara pilpres. Sebab dalam versi hitung cepat sendiri, sudah dipastikan Trump kalah tipis dengan pesaingnya yakni Joe Biden meski istrinya melania trum mengatakan masih ada suara yang belum masuk.
Tidak lain saya kira suara belum masuk tersebut yakni memperpanjang asa pendukung Donald trump, namun tetap saja dengan selisih angka yang jauh dipastikan Trump kemungkinan besar sudah kalah dari Joe Biden.
Tentu saya berpendapat kekalahan Donald Trump yang paling berpengaruh disebabkan oleh berbagai kebijakan kontroversial yang dilakukan Donald Trump.
Kebijakan itu yakni pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel, bangun tembok di Meksiko, mencekal tujuh Negara yakni Irak, Suriah, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman, perang dagang dengan China dan larang prodak Huawai di China, yang membuat dirinya tidak populer  dimata dunia dan warga Amerika Serikat progresif.
Tidak hanya itu Obama mantan presiden Amerika Serikat periode sebelum Donald Trump, juga tidak habis kritik untuk Donald Trump, dimana Trump menurut Obama tidak becus dalam mengemban tugas sebagai Presiden Amerika Serikat. Saya kira juga membuat tidak populernya Donal Trump untuk dipilih kembali oleh rakyat Amerika Serikat  .
Tetapi bagaimapuan kekalahan Donald Trump walau disatu sisi ia sangat dicintai pendukungnya, disisi lain masyrakat Amerika Serikat banyak yang lebih mendukung Joe Biden.
"Hidup memang seperti roda, ada kalanya bisa jadi presiden, rakyat jelata, atau seperti petualang yang melancong kesana sini menenangkan hidup".
Tetapi sikap Donal Trump yang lebih lembut dalam menggiring pendukungnnya untuk menentang kenyataan kekalahannya. Membuat Donald Trump sendiri menurut saya lebih bermartabat dari Prabowo dan kubunya saat pilpres Indonesia tahun 2014 dan 2019.
Dimana saling klaim kemenanngan, bahkan hitung cepat sendiri hasilkan dua versi, media terbelah, dan berbagai kontroversi lain intinya klaim kemenanngan disitulah politik Indonesia seperti jauh dari martabat menerima kekalahan.
Kubu Donal Trump yakni Ibu negara Amerika Serikat sekaligus istri Donald Trump, Melania, dan menantu Jared Kushner juga menyarankan agar Trump menerima kekalahan dalam Pilpres AS 2020. Melania dan Kushner dikabarkan mendesak agar Trump dan sekutunya yang masih menyangkal agar menerima kemenangan Joe Biden.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H