Pahlawan memang tidak harus mendapat pengakuan, seperti yang secara mensejarah disematkan oleh Guru itu sendiri bawasannya; "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa".
Tetapi jika mau mengakui orang lain menjadi pahlawan, tentu juga tidak akan salah dan sah-sah saja. Untuk itu jika ada orang atau kelompok yang akan menjadikan seseorang untuk diakui sebagai pahlawan itu adalah hak mereka.
Namun dengan Megawati Soekarno Putri yang diusulkan pahlawan Demokrasi oleh organisasi masyarakat Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI), bagi saya memang layak-layak saja.
Sebab megawati sendiri ikut berkecimpung menjadikan Indonesia demokratis melalui peran berpolitiknya di PDI-P.
Bagimapun Megawati dengan partainya PDI-Perjuangan, tetap punya peran dalam melakukan demokratisasi di Indonesia pra dan pasca orde baru.
Oleh sebab itu mengacu pada fakta sejarah Megawati memang pahlawan dan pejuang demokrasi sama seperti Amien Rais yang dijuluki bapak reformasi oleh loyalisnya.
Disebut pahlawan tidak harus menunggu disahkan oleh Negara seperti yang diusulkan JMBI untuk Megawati sebagai pahlawan demokrasi.
Saya sendiri berpendapat, pahlawan demokrasi memang sebaiknya dilakukan secara anggapan saja oleh masyarakat yang menghendakinya Megawati dianggap pahlawan demokrasi.
Tidak harus disahkan Negara untuk peringatan hari pahlawan 10 sepetember nanti yang diproyeksikan oleh JBMI untuk mengenang jasa-jasa Megawati pada demokrasi.
Jika memang Megawati dapat disahkan oleh Negara menjadi pahlawan demokrasi ataupun ibu demokrasi. Seharusnya Amien Rais sebagai bapak reformasi, dan Gus Dur serta tokoh-tokoh lain mewujudkan demokrasi Indonesia juga mendapat gelar pahlawan demokrasi oleh Negara.
Sudahlah Mengawati memang pahlawan kok, pahlawan apapun termasuk demokrasi jika memang ada orang atau kelompok yang menganggapnya seperti itu. Sebab menganggap orang lain seperti apa adalah hak masing-masing individu. Â