Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demonstrasi, Citra, dan Kekuasaan Politik

10 Oktober 2020   13:30 Diperbarui: 10 Oktober 2020   15:27 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: kolase pribadi diambil dai tribunnews.com

Dari setiap jengkal suara pembelaan nyatanya memang dapat memberikan suatu energi yang lebih besar dalam memperjuangkan sesuatu termasuk dari pada kasus berbagai demonstrasi menetang kebijakan pemerintah.

Memang dalam berjuang, menjadi bersama merupakan kekuatan tambahan yang tidak dapat dielakan. Bawasannya bersama sesuatu yang berat jika dilakukan secara "bersama" akan ringan karena dapat saling membantu satu sama lain.

Demonstrasi yang terjadi atas disahkannya omnibus law UU Cipta Kerja, saat ini memang memunculkan berbagai tokoh dari latar belakangnya dalam menanggapi dukungan pro ataupun kontra dengan kebijakan itu.

Tidak hanya politikus, akademisi, pengusaha dan tokoh-tokoh buruh juga sudah banyak yang mengemukakan pendapatnya, tidak terkecuali antara lain yakni pendapat pro dan kontranya terhadap kabijakan UU Cipta Kerja.

Kalangan pengusaha menyebut bahwa; omnibus law UU Cipta Kerja adalah UU yang paling memihak kepada buruh. Politikus dan akademisi pendukung pemerintah berpendapat bahwa omnibus law UU Cipta Kerja dapat memperlebar investasi dan membuka lapangan kerja bagi pengangguran.

Disisi lain aktivis, intelektual, dan akademisi kontra omnibus law UU Cipta Kerja menyebutkan bahwa omnibus law UU Cipta Kerja tentu  akan menyengsarakan masyarakat dan lebih khusunya kaum buruh karena aturan yang lebih flexible dan membela pengusaha menjadi alasan dipinggirkannya hak buruh oleh UU tersebut.

Untuk masyarakat kerugiannya yakni nantinya banyak izin-izin usaha yang dipermudah, aktivis, intelektual, dan akademisi menyebut akan banyak sekali pelanggaran-pelanggaran tambang, dimana pembabadan hutan yang saat ini massif juga dinilai sangat merugikan masyarakat baik bencana ataupun hak hidup mereka yang tersandra oleh perusahaan.

Ditambah dengan izin yang dipermudah dengan adanya UU Cipta kerja, tetap akan menyengsarakan masyarakat sekitar daerah tambang. Begitu juga dengan buruh-buruh yang kontraknya tidak dibatasi, bisa saja dengan terus dikontrak dan tidak ada karyawan tetap, pesangon sendiri dihilangkan menguatkan argument oleh aktivis, intelektual dan akademisi yang kontra UU Cipta Kerja.

Oleh karenanya itu banyak kalangan menentang omnibus law UU Cipta Kerja bukan hanya dari kaum buruh sendiri, namun juga politisi kontra pemerintah, serta aktivis dan intelektual lainnya seperti para mahasiswa yang turun ke jalan menetang omnibus law UU Cipta Kerja untuk dibatalkan pemerintah Jokowi.

Maka dari itu dengan seruan-seruan suara demonstran, tidak akan dapat lepas dari suatu citra untuk siapapun termasuk dari pada politikus yang memang punya ambisi kekuasaan dalam penyelenggaraan Negara seperti Gatot Nurmantyo yang kini sinyalir akan nyapres 2024.

Juga suara sumbang akan citra itu sendiri kepada yang sudah berkuasa Rieke Diah Pitaloka dan PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), dulu yang getol berjuang dengan kaum buruh saat PDIP menjadi oposisi pada waktu demonstrasi di masa pemerintahan SBY kini seperti hilang ditelan kepentingan kekuasaan.

Namun kini public dan buruh khusunya yang pernah berjuang dalam demonstrasi bersama seperti bertanya kemana PDIP dan Rieke Diah Pitaloka, dimana dulu getol dalam memperjuangkan perlawanan kebijakan pemerintah dengan demonstrasi dijalan kini nyaris tidak terdengar.

Mungkinkah siapapun yang ingin mendulang citra politik pada setiap demonstrasi nantinya ketika mereka berkuasa akan sama saja? Kemudian lupa pada bentuk dari sejarah yang dilakukan bersama dulu, yang sama-sama pernah menjadi demostran atau setidaknnya berjuang bersama menentang kebijakan pemerintah?

Citra politikus: Kekuasaan

Dalam berpolitik sendiri memang sesuatu yang pro dan kontra akan menjadi citra tersendiri bagi masyarakat yang kontra atau maupun pro dalam kebijakan pemerintah tersebut.

Seharusnya sudah tidak mengherankan lagi, bagaimana seseorang politikus yang memang paham bagaimana citra dan demostrasi untuk kepentingan berpolitik sendiri sudah berlangsung secara mensejarah.   

Hilangnya Rieke Diah Pitaloka dan PDIP dalam panggung demostrasi masa di UU Cipta Kerja, tentu seperti diketahui adalah mereka sendiri yang tergabung dalam pemerintahanan saat ini. Bukankah tidak mungkin mereka menentang pemerintah Jokowi, dimana partainya sendiri yang berkuasa mensukseskan Jokowi?

Itulah hitung-hitungan politik bagimana arah dari politik tetap ujangnya sama tujuannya untuk berpolitik, tidak siapapun juga termasuk upaya kini dalam menanggapi UU Cipta Kerja yang dilakukan oleh Gatot Nurmantyo dalam langkah mengadvokasi atau pendampingan hukum kepada pendemo UU Cipta Kerja korban kekerasan aparat.

Saya kira tidak lain tujuannya sama seperti PDIP dan Rieke Diah Pitaloka dulu dimana citra politik harus melekat menggaet hati rakyat yang tidak puas dengan kebijakan pemerintah saat itu ikut turun ke jalan demostrasi di pemerintahan SBY.

"Apapun citra yang ingin didulang dalam menukangi perkara politik, seorang politikus atau partai politik tujuannya tetap untuk berpolitik"

Maka mungkinkah sama Gatot Nurmantyo nantinya dengan Rieke Diah Pitaloka dan PDIP dalam menggaet citra dalam demonstrasi politik untuk mendapat simpati rakyat, dimana nantinya untuk kepentingan kekuasaan politik?

Bukankah setelah pemerintahan SBY, PDIP melenggang ke kekuasaan dimana mampu berkuasa dua periode, dimana tetap ada efek saat berjuang dalam demonstrasi politik tujuannya yakni untuk berpolitik yang "efektif" dilakukan seperti Rieke Diah Pitaloka dan PDIP dulu?

Politikus dimana tujuannya untuk berpolitik, saya kira akan sama saja narasi politikus siapapun bahkan partai politik sendiri yang seberapapun pembelaan terhadap kontra kebijakan dengan demonstrasi sekalipun tujuannya adalah simpati rakyat untuk dipilih rakyat supaya dapat kekuasaan.

Sama seperti PDIP dan Rieke Diah Pitaloka yang melupakan demonstran saat sudah berkuasa dalam proyek pemerintahan Negara. Gatot Nurmantyo yang kini bergerak bersama demonstran nantinya jika ia mencalonkan sebagai presiden dan terpilih. Saya kira juga akan sama saja, dimana kekuatan kepentingan kekuasaan selalu menjadi prioritas dalam mereka berpolitik.

Sekali lagi tujuan politikus dalam demonstrasi adalah citra, dimana nantinya citra itulah yang dapat menarik simpati rakyat sebagai jalan dari pada menuju kekuasaan dengan kemungkinannya sebagai calon pilihan dalam pemilihan umum nanti di era demokrasi. Karena seberapapun perjuangan itu jika masih politikus dalam demonstrasi tujuannya sudah pasti berpolitik untuk citra.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun