Dalam politik satu hal yang pasti adalah citra. Sebab dari citra tersebut, politikus dapat menjadi penguasa. Karena demokrasi sendiri dapat berkuasa karena dipilih rakyat. Bercitra adalah jalan menuju kuasa yang sudah tidak dapat disangkal keberadaanya bagi para politikus.
Maka tidak heran jika politikus kini pagi bilangnya kedelai, sore dapat bilang tempe. Tidak ada kata yang baku bagi politikus. Sebab dalam bercitra, mereka juga harus berubah tergantung apa kepentingan dari politikus tersebut dalam hal mencari kekuasaan.
Termasuk upaya Gatot Nurmantyo dimana tahun 2016 lalu saat dirinya masih menjabat sebagai panglima TNI, yang menyebut isu komunis dan tenaga asing dihembuskan untuk adu domba dan memecah belah bangsa.
Namun di tahun 2020 saat dirinya santer di kabarkan akan nyapres 2024. Semua berbalik, justru Gatot Nurmantyo sendiri yang menggoreng habis dan bermanufer politik layaknya politikus yang memang nafsu panggung politik akhirnya memakan omongannya sendiri.
Isu PKI yang kini ramai menjadi perbincangan di media dan Gatot Nurmantyo sendiri yang menghembuskan. Â Kenyataannya ada indikasi bahwa dirinya sendirilah yang membuat adu domba memperkeruh isu PKI dimana terkesan seperti menjadi dagangan politik di bulan September.
Maka mencla-menclenya politik Gatot Nurmantyo dalam berpolitik saat ini, dimana gerakan politik dirinya santer di kaitkan dengan bercitra untuk menyongsong capres 2024, sungguh mencla-menclenya Gatot Nurmantyo seperti sedang gencar mencari  panggung politik.
Karena seperti yang diketahui kini bawasanya publik politik sedang ramai perbicangan Gatot Nurmantyo, yang kini menghangatkan dan menggoreng terus isu PKI sebagai brand politik dirinya sendiri.
Apa lagi kalau bukan kepentingan citra kekuasaan politik yang sangat terasa dari semua gerakannya, bagaimana lewat isu PKI, Gatot Nurmantyo dapat simpati publik mengukur kemungkinan maju mencalonkan sebagai calon presiden di 2024 nanti.
"Karena itu pada dasarnya setiap unsur politik adalah kepentingan ekonomi, kekuasaan, dan jabatan. Politik tanpa ketiga unsur tersebut, mungkin berpolitik tidak akan pernah ada di dunia sebagai yang dikejar oleh manusia termasuk Gatot Nurmantyo".
Maka dalam berpolitik politikus berlomba-lomba membuat dan membangun citra politis tidak lain demi kepentingan ekonomi dan kekuasaan dirinya didunia politik.
Namun kekalapan politik dalam sejarah mengejar jabatan dan kekuasaan seringkali melupakan hal kemanusiaan berkaca pada peristiwa G30S.