Dimana peristiwa G30S saat itu nafsu kekuasaan politiklah yang justru mencidrai kemanusiaan dalam kronik pembantaian orang-orang yang diaangap salah dalam peritiwa G30S.
Maka menjadi pelajaran bersama, siapapun itu baik elite politik, masyarakat dan sebagainya untuk sadar bahwa kemanusiaan harus diatas kekuasaan politik.
"Untuk itu berpolitik gunakanlah cara yang tidak mengadu domba masyarakat dengan isu-isu masa lalu yang membangkitkan kebencian dan luka lama, yang sering kali disana sebagai jembatan menghilangnya adab kemanuisaan disebabkan oleh praktik perebutan kekuasaan politik".
Maka isu PKI dalam peristiwa G30S yang terus dinarasikan kini adalah pembicaraan yang usang jika terus dibicarakan.
Tetapi juga dapat mengelisahkan, apakah masyarakat akan terprovokasi isu PKI, dimana kebencian tersebut tumbuh subur dan lupa pada adab kemanusiaannya sendiri ketika narasi itu terus dibesar-bersakan?
Mugkin itulah alasan Letjend Yunus Yosifah yang memerintahkan Film Penghianatan G30S/PKI untuk dihentikan karena mengorek kembali luka lama dan sangat mencidrai unsur kemanusiaan.
Disamping itu unsur kekerasaan dan misteri kebenaran sejarah masih belum jelas sampai saat saat pasca reformasi dengan berbagai sejarah-sejarah baru ditemukan dan muncul di permukaan. Â
Namun jika semua masyarakat sadar bahwa masa lalu tetaplah masa lalu, yang orang saat ini tidak merasakan saat itu.
Isu-isu yang dihembuskan dengan topik-topik PKI oleh politikus kini hanya sebagai media hiburan; "orang-orang yang mungkin bernafsu dalam politik untuk mengejar berbagai citra politik".
Untuk itu tidak sedikit menyangka bahwa isu PKI atau Partai Komunis Indonesia, yang dikenal sepanjang sejarah pasca 1965 ternyata menciptakan kejengahanya sendiri bagi masyarakat.
Termasuk para generasi muda seperti saya yang sebenarnya sudah tidak urus dan jengah dengan hal-hal yang menarasikan peristiwa yang kelam dan mencidrai kemanusiaan di peristiwa G30S jika terus digoreng demi kepentingan politik.