Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkades Ditunda, Jokowi Punya Kepentingan di Pilkada?

23 September 2020   12:40 Diperbarui: 24 September 2020   05:31 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: exbulletin.com

"Kalau ditanya, pilkada sekarang buat siapa? saya jawab ini hanya untuk kepala daerah biar masa jabatannya gak berkurang aja,"

-Usep Hasan-  (Perludem)

Jika dipikir secara ideologis, Demokrasi adalah sebuah ruang pendapat dari partisipasi masyarakat (publik). Dimana setiap keputusan politik tentu lahir mendengarkan suara rakyat karena pada dasarnya demokrasi adalah buah dari keputusan rakyat.

Tidak ada pendapat rakyat yang tidak genting dalam menangani masalah suatu ketatanegaraan. Saat rakyat sudah turun dan merongrong kekuasaan, apakah mungkin jalannya suatu demokrasi disuatu Negara akan baik-baik saja? Bukankah Indonesia saat ini yang Negara demokratis?

Maka dalam demokrasi sendiri kekuasaan tidaklah mutlak harus dipaksakan kehendap pemerintah sendiri keputusannya dalam menentukan suatu pendapat untuk suatu keputusan negara.

Jika suatu pemerintahan demokratis segala sesuatunya menentukan sendiri, lalu memaksakan pendapatnya dan tidak berkaca dari suara masyarakat serta regulasi Negara lain, apa bedanya dengan pemerintahan totaliter?

Mungkinkah dalam hal ini pemaksaan Pilkada serentak 2020 untuk tetap dilakukan ditengah pandemic covid-19, dimana kasus corona di setiap daerah di Indonesia mengalami tren peningkatan, benarkah tidak ada penundaan dan tetap dilaksanakan pilkada 2020 oleh pemerintah Indonesia?

Menimbang dan mendengarkan rakyat, serta berkeputusan melalui mayorutas suara rakyat. Pemerintahan Negara demokrasi haruslah akomodatif dalam menjalankan itu termasuk keputusan menggelar pemilihan umum disebuah Negara demokrasi. Karena seharusnya pelaksanaannya di mungkinkan dengan situasi dan kondisi serta suara masyarakat.

Mungkinkah pemilihan umum lebih penting dari pada kesehatan masyarakat? Bukankah pemerintah sendiri sedang bekerja keras menangani virus corona? Apakah mungkin proyek kekuasaan membutakan pemerintah saat ini, dimana kekuasaan lebih penting dari kesehatan masyarakat?

Apakah mungkin corona hanya bagian dari politik anggran yang banyak orang tafsirkan sebagai akal-akalan pemerintah supaya dapat menurunkan anggaran Negara? Jika bukan itu, covid-19, bukankah bencana yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat, dan itu sangat rasional juga menunda Pilkada 2020?

Dengan pilkada 2020 ditengah pandemic yang wacananya tetap akan dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, sedangkan Negara tetangga sendiri seperti Selandia Baru menunda momen pemilihan umum disana terkait adanaya covid-19.

Mungkikah dengan gagahnya pemerintahan Indonesia tidak akan menunda dan tetap menjalankan pilkada 2020 tersebut. Hanya alasan ketidak mampuan pemerintah pusat beralibi ada pemerintahan daerah.

Seperti yang diungkapkan mentri dalam negri, Tito Karnavian bawasannya ada pemerintah daerah dalam urusan pilkada 2020? Mungkinkah karena adanya pemerintah daerah seperti yang di ucapkan oleh mentri dalam negri membuat pemerintah pusat lemah dalam keputusan tunda pilkada 2020?

Bukankah di pusat ada Presiden Jokowi, mungkinkah Presiden juga lemah di dalam keputusan menunda pilkada 2020 sebagai proyek kekuasaan partai politik? Ataukah Jokowi juga mempunyai kepentingan politik pribadi dengan mantu dan anknya ikut dalam kontestasi pilkada 2020?

Tentu alasan jika Jokowi tidak punya kepentingan apa-apa. Seharusnya Jokowi juga sadar betul kesehatan masyarakat ditengah pandemi ini penting. Sebab pilkada kapan pun waktunya dapat ditunda mengingat penundaan pilkada juga dapat dilakukan oleh Negara tetangga yakni Selandia Baru akibat adanya pandemi.

Terkesan ganji dan sesat pikir memang ketika Pemerintah memutuskan untuk menunda 3.000 pilkades di masa pandemi ini namun tetap menggelar pilkada 2020.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian beralasan pilkada ditunda lantaran pemerintah tak bisa mengontrol. Pelaksana pilkades menurutnya adalah pemerintah daerah dalam hal ini bupati.

Menjadi pertanyaan sendiri bukankah dalam structural "hierarki" pemerintahan jika pilkades bisa di tunda alasan pemerintahan daerah.

Seharunya penundaan pilkada adalah wewenang pusat yang harus dipatuhi, dimana pilkades saja dapat di tunda oleh wewenang bupati menagapa pilkada tidak bisa atas wewenang presiden?

Maka dari itu ada ketidak beresan jika memang rakyat mendesak pilkada 202 ditunda tetapi pemerintah pusat sebagai otoritas yang berpengaruh tetap melanjutak gelar  pilkada 2020.

Saya kira ada kepentingan proyek kekuasaan yang presiden Jokowi dan pemerintah pusat tidak berani menunda karena alasan politis mungkin hubungannya dengan partai politik.

Mantan wakil presiden Jusuf Kala juga menyarankan pilkada 2020 ditunda. Begitu juga lembaga swadaya masyarakat seperti buruh dan akademisi di yogyakarta meminta untuk pilkada 2020 ditunda demi kesehatan masyarakat.

Saya kira dengan potensi mobilisasi kampanye serta aktivitas dalam TPS meskipun penerapan yang dijanjikan pilkada 2020 sesuai protocol kesehatan, tetap saja tidak akan mulus berjalan dilapangan seperti wacana pemerintah.

Meskipun telah menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait pelaksanaan pilkada di tengah situasi pandemi.

Di mana Perpu tersebut  akan mengatur secara keseluruhan teknis pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19, mulai dari pencegahan, penanganan, dan penegakan hukum mengenai protokol kesehatan. Mungkinakah tidak akan menjadi klaster baru penyebaran corona meski diatur Perpu?

Penolakan terhadap disenyelenggarakannya pilkada sebagain besar masyarakat mengingat kondisi Indonesia saat ini masih berada dalam darurat virus corona. Terhitung sudah lebih dari 60 calon kepala daerah yang akan berpartisipasi dalam gelaran Pilkada 2020 terinfeksi corona.

Belum lagi tiga komisioner KPU yang juga positif dan banyak lagi penyelenggara pilkada di daerah terinfeksi positif corona. Mungkinkah corona yang jelas-jelas mengancam kesehatan masyarakat ini tidak akan digubris oleh pemerintah tetap akan melaksanakan pilkada serentak 2020?

Tentu jika pilkades sejumlah 3000 dapat ditunda wewenang bupati atau pemerintah daerah saja bisa tetapi mengapa presiden menunda pilkada 2020 tidak bisa? Memang ada suatu keganjilan, apakah mungkin benar presiden punya kepentingan dalam pilkada kali, karena anak dan mantu Jokowi adalah calon dalam pilkada 2020?

Atau kuasa seorang presiden Joko Widodo "lemah",  berkuasa tetapi tidak punya kekuasaan dalam menunda pilkada 2020 karena alasan berbagai kepentingan proyek politik yang ada di dalam lingkaran partai politik, tergabung dalam lingkaran kekuasaan presiden Joko Widodo?

Saya berpendapat pilkada 2020 memang harus ditunda untuk kesehatan bersama. Jika tetap dilaksanakan Pemerintah Jokowi. Saya membenarkan Rakyat yang berwacana memboikot pilkada 2020 demi kesehatan bersama. Percuma pemerintah mengkampanyekan penanganan corona jika dihadapkan pada proyek kepentingan kekuasaan menjadi lemah dalam tangani corona.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun