Pada kenyataannya jika memang benar menjadi pejabat pemerintahan tujuannya mengabdi, tidak mungkin ada masyarakat yang mau.
Sekelas PNS juga mengharapkan hidup dengan masa depan yang jelas dan makmur kalau bisa mewah. Apa lagi sekelas jabatan bergengsi pimpinan KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi, mengapa tidak hidup mewah?
Mental pejabat Indonesia dalam membidik menjadi pejabat tinggi adalah sisi keterpandanganya, gaji, serta tunjangan yang memungkinkah dapat hidup mewah.
Sesuatu itu bukanlah hal yang dapat kita sangkal. Rata-rata pejabat pemerintah berjalan tujuannya kesana menuju kemewahan hidup.
Kenyataanya dengan gaji yang tinggi belum dengan tunjangan, terbaru saat ini akan di adakannya tunjangan pulsa bagi para PNS senilai 200 ribu, bukankah semua fasilitas-fasilitas menggiurkan masyarakat?
PNS atau apapun yang namanya pegawai pemerintah kini memang stratanya lebih tinggi dari pekerja-pekerja yang lain seperti para buruh yang terpatri gaji UMR.
Maka tidak heran jika masyarakat Indonesia berbondong-bondong bercita-cita menjadi PNS. Disamping kepastian masa depan, jaminan dapat hidup mewah juga mungkin, tunjangan serta agji tiap bulan lumayan lebih dari cukup.
Cerita teman saya lolos tahap dua SKB atau seleksi kompetensi bidang kalau psitif tidak diundur lagi bulan oktober. Saat ini dirinya  benar-benar fokus belajar untuk dapat lolos PNS, tidak mau diganggu gugat proses belajarnya.
Alasanya adalah kesempatan untuk menjadi CPNS dengan dirinya lolos seleksi. Tidak mau membuang kesempatan yang sangat apik dengan harapan: dapat hidup sejahtera ketika menjadi PNS. Karena nyatanya kini semua PNS sudah sejahtera dengan gaji pokok dan tunjangannya.
Dengan kesejahteraan yang mereka dapatkan, tidakah mereka ingin hidup mewah? Bahkan  sekelas menjadi PNS golongan terbawah bukan pejabat tinggi?
Kasus terbaru pimpinan KPK dengan title pejabat tinggi yang kedapatan saat bertugas naik helicopter mewah perusahaan swasta saat perjalanan dinas ke Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan apakah salah?
Mentalitas Pejabat Indonesia: Kemewahan
Mungkin sudah membudaya "pejabat" tinggi dan unsur kemewahan faktanya itu sudah tidak dapat kita sangkal. Meskipun gaya hidup mewah adalah hak masing-masing pribadi, itulah yang saya benarkan.
Tetapi inilah yang rancu dalam sebuah negara "demokrasi" yang berkesinambungan dengan kemajuan zaman.
Disi lain dengan fasilitas sebagai pejabat public ingin menikmati hidup, fasilitas mewah dengan tunjangan dan gaji, disi lain dan menjadi fakta demokrasi saat ini.
"Penjabat Negara menurut perspektif masyarakat demokrasitis sudah dianggap tabu untuk hidup mewah. Sekali pun bermewah-mewah, pasti ujungnya akan menjadi bahan cibiran: mengabdi masyarakat tidak pantas hidup mewah".
Namun bukankah menjadi pejabat sendiri ingin hidup mewah? Sekalipun termasuk apa yang dilakukan ketua KPK "Firli Bahuri" itu sendiri kunjungan kerja menggunakan helikopter?
Meski dilarang hidup bermewah-mewah sebagai pimpinan KPK supaya tidak terjerumus korupsi. Itulah sesuatu yang langka terjadi dikalangan pejabat Indonesia kenyatanya semua mengejar kemewahan mumpung menjadi pejabat negara.
Helikopter: Polemik Kemewahan Ketua KPK
Dalam segi masyarakat demokratis sudah saya singgung sebelumnya: "pejabat tabu hidup mewah". Ditambah itu adalah lembaga anti korupsi, dimana kasus korupsi lebih dekat kepada pejabat yang hidupnya mewah.
Bagimana tidak korupsi, hidup mewah butuh biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu pejabat tinggi sekelas ketua KPK memang dilarang hidup mewah untuk mencirikan semangat anti pada korupsi.
Apakah sekelas komisi pembrantasan korupsi tidak bisa korupsi? Justru ladang dari korupsi ada pada komisinya.
Maka dari itu dengan polemik kemewahan yang ditampilkan pimpinan KPK itu sendiri mengundang respon yang pelik dari berbagai kalangan, dengan melakukan kunjungan menggunakan helikopter mewah ke Kabupaten Ogan Komering Ulu,Sumatra Selatan.
Dengan gaya kepemimpinan KPK yang mewah tersebut masyarakat anti-korupsi Indonesia (MAKI) mengadukan kepada dewan (dewan pengawas) KPK terkait dengan kode etik pimpinan KPK yang tidak mencirikan semangat anti korupsi dengan gaya kerja yang mewah.
Atas laporan MAKI tersebut Dewas KPK akan menggelar sidang etik untuk "Firli Bahuri" hari ini Selasa (25/8/20)
Firli Bahruri Tidak Salah
Sudah menjadi pemadangan yang umum segala bentuk kekuasaan sangat dekat dengan kemewahan.
Jabatan Firli Bahruri sebagai ketua KPK adalah jabatan bergengsi yang pantas bermewah-mewah umumnya para pejabat tinggi Negara.
Maka laporan MAKI sendiri jelas mewakili suara masyarakat luas tentang keterpercayaan akan lemabaga KPK itu sendiri sebagai komisi pembrantasan korupsi.
Yang harus dibuktikan oleh lembaga tersebut  semangat anti korupsi: harusnya tidak bermewah-mewah.
Dewan pengawas KPK. Menurut saya "Firli Bahuri" tidaklah salah sebagai pejabat tinggi ingin mendapat fasilitas mewah menggunakan helikopter. Semua pejabat Negara juga menginginkan demikian.
Menurut saya yang salah adalah ia "Firli Bahruri" mewah saat menjadi pimpinan KPK tidak mencirikan semangat anti korupsi yang harus jauh dari kemewahan.
Dengan dugaan melanggar "kode etik" yang dilakukan dirinya Firli Bahuri jelas bersalah, patut dikenai sanksi yang berat. Pejabat anti korupsi dekat-dekat dengan potensi korupsi yakni gaya hidup yang mewah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H