Juga dengan tulisan susahnya artikel kompasianer senior menjadi headline. Tidak ketinggalan artikel tentang kompasiana yang saat ini sangat kapitalistik, termasuk saya sedang butuh bekerja untuk menghasilkan rupiah di kompasiana.
Saya memang tidak akan mengkritisi itu semua pendapat kompasianer lain antara yang positif atau tidak. Optimis atau pesimis, tetapi analisa saya asalkan kompasiana konsisten mengakomodai penulis dalam arti mampu mensejahterakan penulis, distulah kompasiana tidak akan mati oleh kreatifitas penulis.
Ini adalah platform komerisal yang nilai jualnya ditentukan pasar pembaca, termasuk artikel saya kemenarikannya tetap sesuai minat pasar pembaca.Â
Saya sendiri juga menyadari. Tanpa membuat artikel yang populer sebagai tren, jumlah pembaca tidaklah banyak itu sudah secara  otomatis akan terjadi.
Saya sering merasakan seperti itu. Membaca artikel sendiri sudah sangat bagus sesuai dengan suara hati, berserta ide-idenya yang orisinil, tetapi tidak sampai 50-an yang membaca sunguh menyedihkan.
Namun itulah dinamika yang harus disadari oleh saya sebagai kompasianer amatiran yang sedang prihatin mencari pembaca untuk berbanding lurus dengan rezeki yang saya terima.Â
Saya, kompasianer, dan pusaran artikel kompasianana saat ini berbicara kualitas kepenulisan yang didalamnya memuat isu-isu actual dan terdepan.
Mungkin beberapa bulan yang lalu sewaktu belum ada dimasa pandemi, ya jauh sebelum itu. Artikel-artikel saya walaupun bermuatan filsafat dan sebagian besar humaniora, intensitasnya tetap ada menjadi artikel utama.Â
Tetapi berbeda sekali dengan saat ini dimana artikel yang menurut saya bagus pun, tidak sampai 50-an pembaca, untuk artikel utama masih sangat jauh kesempatannya.
Tidak dipungkiri memang faktor berkualitasnya kompasiner lain dengan artikel-artikel yang lebih actual dan fres tetap akan lebih menarik.Â
Tetapi dengan keterampilan menulis saya yang masih amatiran, saya tidak mau berkompetisi dengan kompasianer lain termasuk yang membaca artikel ini.