Perlu diketahui bahwa apapun bentuk hidup manusia butuh suatu keadaan yang hening. Tetapi dengan keheningan itu seperti ia adalah bias yang tersendat untuk tetap dirasakan oleh manusia.Â
Pelarian akan buruknya mood, juga sangkalan pada ketidak puasan membuat silih berganti--- apa pun dan bagaimana pun manusia ingin menikmati wacana pulang pada keheningan dirinya sendiri.
Memang dalam memandang suatu pengetahuan banyak ditemukan dengan berbagai cara. Namun pengetahuan akan keheningan itu sendiri mencapai pada perenungan spiritualitas manusia yang harus dilaksanakan.Â
Tidak mungkin tanpa adanya suatu praktik, manusia dapat berimajinasi dengan hening, mengukur, serta mawas diri pada titik pijak kehidupannya menjadi satu ceriminan yang menjembatani refleksifitas.
Saya akui tidak akan ada waktu menerangkan dimana manusia tidak lelah dengan kehidupan ini. Semua yang dirasa, bahkan pijakan dijadikan acuan hidup.Â
Mungkinkah tanpa perlu merefleksikan hidup pada akhirnya? Bahkan jejak pun yang tertempel pada noda-noda hidup sebagai mana mestinya harus direnungi oleh manusia?
Seperti kenikmatan para penyair diatas panggung sana yang menyuarakan suara hatinya sendiri--- berangkat dari kegelisahan-kegelisahan hidupnya.Â
Begitupula dengan para "Mpu" yang menciptakan kitab sebagai sebuah pedoman hidup yang menurutnya benar untuk perjalanan spiritualnya sendiri. Tetapi tentang tulisan yang dibuat sendiri, dibaca sendiri pula, ini sangat membahagiakan sebagai ritus kembali kepada dirinya sendiri.
Kurang lebih dalam pengelanaan manusia yang hidupnya diisi dengan berkelana, pasti ingin mecapai titik spiritualitas yang mapan. Untuk segala sesuatunya dapat dirasakan semua--- dari diri dan untuk dirinya sendiri. Karena didalam diri manusia ada pengetahuan besar tentang dunia wujud dan batin "spiritualitas" yang ia dapat akses sebagai pengetahuan.
Namun yang lebih penting dari dunia adalah dirinya sendiri yang terkenali dari setiap langkah kakinya sendiri. Supaya hidupnya tidak pernah terkatung-katung oleh diri sendiri, bagaimana akan bersikap dengan orang lain, juga bagaimana akan bersikap dengan dirinya sendiri sebagai apa yang akan dilakukan oleh hidupnya sendiri.
Titah diri seperti halnya suatu kagalauan hidup yang mandeg harus secara runtut diratapi. Tentang berbagai pertanyaan yang tertinggal didalam batin pada akhirnya yang harus terjawab.Â