Mungkin adalah suatu kehormatan besar kepada setiap penulis termasuk saya, dimana berkat dari sebuah peninggalan tulisan itu yang berbau sejarah, cerita-cerita rakyat, atau ide-ide kemudian dapat dipelajari lagi meskipun saat ini kita ada dan hidup bukan lagi digenerasi yang sudah lalu.
Perlu pembaca ketahui semua seri yang akan saya tulis sebagai sebuah karya sastra karangan dari Cerita Rakyat Cilacap yang ada di Desa Karangrena, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah merupakan perkembangan kepenulisan dari karya tulis lama warga Desa Karangrena mengadopsi cerita rakyat desa yang secara turun temurun diceritakan sebagai doneng dan jejak sejarah.
Memang dalam sejarah kepenulisan sendiri, saat ini tidak semua desa di seluruh plosok-plosok negri ini mempunyai bukti kepeninggalan teks sejarah yang dapat dikembangkan setiap satu periode hidup masyarakatnya guna menjadi tonggak pengetahuan tentang asal-usul desaya masing-masing.
Desa Karangrena termasuk beruntung meskipun buku sederhana yang terdiri dari beberapa halaman dan narasi tulisan yang acak tentang perjalanan Desa Karangrena, cerita-cerita rakyat jaman dulu, serta pengalaman-pengalaman hidup penulis yang dikemas dalam buku "Kunang-kunang Negri Malam" menjadi isi yang dapat dijadikan suatu acuan periode cerita hidup di desa saya Karangrena untuk dikembangkan dengan ditulis kembali.
Buku "Kunang-kunang Negri Malam" ini saya dapat dari teman saya yang kebetulan salah satu anak dari penulisnya yaitu: "Sudarso" warga Karangrena yang dalam generasinya sendiri hingga saat ini masih berdiam di Desa Karangrena, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap.
Kurang lebih dan masih butuh penjabaran yang panjang dan mendasar tentang kesejarahan Desa Karang Rena, isi buku "Kunang-kunang Negri Malam" ini merupakan dongeng atau cerita rakyat Cilacap daan sejarah khusunya yang ada di Desa Karangrena, yang secara turun-temurun dapat dijadikan referesi sejarah untuk pengetahuan anak Desa Karangrena yang ingin tahu cerita asal usul Desa Karangrena.
Didalam buku ini terdapat sejarah lurah pertama Desa Karangrena bernama Sarakerta pendatang dari banyumas kota yang dulu merupakan seorang prajurit kerjaan mataram di banyumas yang masih kerabat "ponakan" adipati purbalingga. Saat dalam tugas ke Karangrena yang dulu masih perkampungan masyarakat belum ada nama Karangrena, bertemu dengan anak perawam ki Citra tuna seorang petani yang lebih dulu mendiami perkampungan yang kini disebut Desa Karangrena.
Karena terpikat dengan kecantikan anak prawan Ki Citra tuna, Sarakerta akhirnya menikahi putri Ki Citra tuna yang cantik. Ki Citra tuna sendiri adalah seorang petani yang rajin dan memiliki lahan yang luas, karena umumnya jaman dulu ketersediaan lahan asal bersedia dan rajin babad hutan sudah pasti lahannya luas.
Kesuburan tanah Desa Karangrena  menjadi sebab Ki Citra tuna dan leluhur-leluhurnya mendiami kawasan Desa Karangrena yang dulunya bernama kawasan Tegong yang berarti "Belok", dimana tempat itu berada strategis di susur Sungai Serayu yang membelok ke barat. Pada akhirnya oleh Sarakerta dinamakam Desa Karangrena setelah dirinya diangkat oleh Bupati pertama Kabupaten Cilacap sebagai lurah pertama Desa Karangrena lantaran lamanya mengabdi sebagai seorang prajurit di Keresidanan Banyumas..
Buku "Kunang-kunang Negri Malam" juga bercerita tentang hewan-hewan liar yang masuk desa, serta kekuatan dari tokoh-tokoh masyarakat desa yang mampu meladeni hewan liar tersebut ketika masuk Desa Karangrena yang dulu sebagian wilayahnya adalah hutan dan rawa dipinggiran Sungai Serayu.
Ada kisah-kisah heroik dimana seorang manusia bertarung dengan Macan dan juga bertarung dengan Babi hutan yang masuk desa kelaparan untuk mencari makan. Kedua hewan liar tersebut masuk rumah masyatakat Desa Karangrena membuat warga desa takut.