Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jiwa Seni dan Korelasi Filsafat

18 Juli 2020   20:57 Diperbarui: 9 Agustus 2020   00:47 1778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pinterkelas.com

"Jiwa seni tetapi tidak punya sudut pandang filosofis saat menjalankan praktik seni sampai kapanpun, ia tidak akan pernah dapat mengembangkan kreatifitasnya. Jalan seni melalui jalur filsafat merupakan sarana berkarya lebih menyeluruh dan mendasar sebagai seorang seniman".

Mungkin menjadi pertanyaan semua selaku serta penikmat seni bawasanya "seni" tidak hanya sebuah praktik, lebih dari itu sebagai sebuah ritus kembali kepada dirinya sendiri. 

Sebab apapun bentuk seni adalah representasi dari para seniman yang sedang menjalankan sebuah seni. Berseni dari dalam diri untuk semua jiwa yang membutuhkan seni itulah sejatinya seniman yang tidak pernah mati.

Tetapi mengapa sentuhan filsafat bagi para "seniman" menjadi penting adalah bagiamana filsafat sendiri menyajikan segudang pengetahuan. Menjalankan seni secara tidak langsung juga menjalankan suatu pengetahuan. 

Karena  dasar dari seni dan pengetahuan selamanya akan memiliki roh yang sama yakni menyinari orang-orang yang haus akan sentuhan inspirasi sebagai wadah pengetahuan manusia itu sendiri.

"Oleh karenanya ketika seni  terhayati secara benar-benar menyeluruh dan mendasar sebagai karya seni itu sendiri--- karya tersebut seakan-akan menjadi hidup. 

Saat menjadi penikmat seni, jika karya itu hidup jiwa seakan masuk didalam karya seni tersebut, meskipun karya itu hanya kerajianan tangan biasa namun aura dari karya seni dapat terlihat seolah-oleh hidup jika siapa-siapa yang membuat karya memahami inti dari suatu karya seni".

Seniman filosofi Diri Sendiri

"Saat manusia sudah berpengetahuan ia sudah tidak lagi mengunakan logikanya untuk menetukan segala sesuatunya. Manusia yang berpengetahuan saat harus mengambil keputusan, ia memutuskan dengan rasa yakni "rasa" sebagai manusia".

Maka dari itu seniman orisinil tentu paham betul mengapa dirinya harus belajar suatu acuan filosofis tersebut. Sebab memilih menjadi seorang seniman tentu dengan pertimbangan-pertimbangan yang nyentrik, nyeleneh, dan ingin hidup sesuai dengan kaidah-kaidah nyaman menjadi diri sendiri.

Sedangkan untuk menemukannya, manusia membutuhkan pergolakan pengetahuan yang rinci dalam menentukan pilihan. Dalam pencarian jati diri manusia, apa lagi panggilan hidup menjadi seorang seniman pasti akan merasakannya; "menuntukan peliknya jalan hidup"

Apakah dengan "bijaknya" menjadi diri sendiri yang seniman lakukan sebagai pedoman hidup itu tanpa tinjuan filosofis? Jelas filosofi menjadi dasar pijakan yang penting untuk tumbuh dengan keyakinan hidup menjadi manusia yang melakukan praktik seni dalam menjalani kehidupannya.

Seperti kenikmatan para penyair diatas panggung sana yang menyuarakan suara hatinya sendiri--- berangkat dari kegelisahan-kegelisahan hidupnya.

Begitupula dengan para "Mpu" yang menciptakan kitab sebagai sebuah pedoman hidup yang menurutnya benar untuk perjalanan spiritualnya sendiri. 

Tetapi tentang seniman yang dibuat oleh diri sendiri, dinikmati sendiri pula, sangat membahagiakan sebagai ritus kembali kepada dirinya sendiri".

Seniman dan Pengelanan Hidup 

Kurang lebih dalam pengelanaan manusia yang hidupnya berkelana seperti pemikiran para seninam, ia dapat merasakan semua dari diri dan untuk dirinya sendiri. 

Karena didalam diri seniman ada pengetahuan besar tentang dunia. Namun yang lebih penting dari dunia adalah dirinya sendiri yang terkenali dari setiap langkah kakinya sendiri sebagai seniman.

Supaya hidup "seniman" tidak pernah terkatung-katung oleh dirinya sendiri, bagaimana akan bersikap dengan orang lain, juga bagaimana akan bersikap dengan dirinya sendiri sebagai apa yang akan dilakukan oleh hidupnya sendiri.

Sepertinya kagalauan akan hidup yang mandeg memang harus diratapi, tentang berbagai pertanyaan yang tertinggal didalam batin pada akhirnya yang harus terjawab. 

Mungkinkah seniman yang sering jengah pada hidup dan dunianya sendiri harus menjadi manusia dalam pengelanaan itu seumur hidupnya dimana bait-bait imanjinasi menjadi sebuah dasar hidup untuk berpikir?

Atau dengan anak-anak rohani yang diharapkan datang mengisi waktu kehidupannya, apakah anak rohani itu akan hadir didalam pengelanaan hidup sebagai seniman? 

Bawasannya; untuk membangun  hidup sendiri memang harus berkelana menemukan inspirasi yang sama menginginkan anak-anak rohani untuk kembali?

"Sebuah sirkus akan terlihat ramai suasananya ketika memang ada aktivitas interkasi didalammnya rombongan dari para penonton atau para kru yang berkerja sama dalam sirkus tersebut.

Mungkinkah suasana menjadi pribadi manusia yang berseni akan saling mengisi dalam rasanya sendiri, dimana ia juga harus membangun bersama-sama dalam membina hidup bersosial sebagai pengelana yang tidak lagi sendiri? 

Seniman harus membangun bangunan sosial pada akhirnya untuk mengutuhkan hidupnya sebagai manusia? 

Namun terkadang berpikir tentang hidup atau setiap akomodasi yang harus dibangun dari hidup itu sendiri, mungkinkah tidak mengkhawatirkan sebagai dirinya kini, yang harus memenuhi kebutuhan mereka sebagai yang tidak mau terikat seperti para seniman?

Dengan berbagai kekehawatiran itu, mungkinkah itu merupakan jalan madeg seniman untuk memulai hidup dalam pengalamanannya? 

Memang ketakutan dan kekehawairan akan terus bersama pikiran manusia, tetapi apakah manusia tidak kembali lagi bertanya pada dirinya sendiri---- dirinya pun hidup dalam kekhawatiran itu meskipun hidup bebas sebagai seniman?

Ketakutan dan kekehawatiran memang seperti harus tertebus rapi oleh manusia, dibalik terus mengkhawaitrakan itu, apakah tidak akan menjadi Ular atau Singa bagi dirinya sendiri untuk tetap brontak tidak dapat lentur dengan keheningan suasana hatinya sendiri?

Sepertinya memang "benar" rasa takut dan khawatir manusia itu harus dihilangkan sebagaimana ia harus dilepasakan, untuk ringan menjalani hidup sebagai manusia, termasuk manusia yang terus akan hidup dalam pengelanaan yang berlebel seniman itu.

Dunia adalah tempat bagi manusia untuk berkelana dimanapun dan kapanpun waktunya. Menjadi pengelananya dunia mau tidak mau memang harus dijalani manusia termasuk seniman yang berpikir tidak mau melekat dengan dunia.

Tentu sebagai pelajaran dari hidup yang begitu kompleks, dan tentang berbagai pelajaran yang berharga itu, tetaplah engkau manusia yang mengaku "seniman", harus tetap belajar untuk tahu supaya sadar sebagai seorang pengelana dunia itu sendiri.

Dimana disuatu titik dalam pengelanaanmu tentang bagaimana keadaan mengajarimu, itulah yang harus dipetik sebagai pelajaran hidup, yang harus menjadi pedoman hidup bahwa; "hidup sebagai pengelana yang berseni setiap saatnya adalah belajar"!

Dalam hal ini manusia memang harus belajar sebagai manusia walapun seni menjadi tujuan hidupn--- belajar hidup dengan toleransi kemanusiaan yang ada dan belajar menghargai hidup yang memang mau tidak mau hidup harus dijalani apapun keadaan tersebut tanpa keluhan.

Tentang apa yang bisa dilakukan, lakukanlah se-bisa dayamu sendiri sebagai manusia seniman. 

Dengan berbagai keluhan-keluhannya, pengelanaan yang terkadang disadari sebagai berpindah-pindah tempat dari tempat satu ke tempat lainnya, apakah kini didalam dunianya yang sekarang sebagai dirinya sendiri, tidak sedang berkelana didunia wahai para seniman?

Interpretasi terkadang ambigu, tetapi ia juga merupakan satu titik kepada kesadaran akan berpikir mengkaji pengalaman. 

Jadilah seniman hidup dalam pengelanaan sebagai manusia, berkelana dalam imajinasi, daya pikir dan kratifitas melalui jalan filsafat sebagai tinjauan untuk diri membawa  pada cerahnya pengetahuan dan kebijaksanaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun