Ketika orang berbicara, apa yang salah dari pembicaraan itu? Mungkin benar, tidak semua konsep apa yang menurut satu manusia ideal, "ideal" juga menurut manusia lain.Â
Dalam hal ini menjadi dilema mungkin ada, mengapa dikatakan sebagai suatu dilema? Karena tidak ada yang pasti dalam manusia bersudut pandang, semua serba apa yang baik menurut penafsirsanya sendiri.
Peradaban yang memilih mungkin pantas disematkan sebagai acuan yang akan terus dikumandangan manusia abad 21. Bukan apa, pesatnya teknologi, mode, dan pemikiran mengenai kehidupan sendiri begitu maju diabad ke-21 ini.
Sepertinya kondisi inilah yang membuat saya juga memilih sebagai manusia umumnya manusia di dalamnya, yang berpikir dengan cenderung menimbang apa saja yang penting untuk hidup saya sendiri.Â
Apakah sesuatu yang "memilih" itu hanya akan menjadi kesia-siaan belaka? Atau malah menambah beban hidup yang ada? Pikiran saya dalam sesegukan pertanyaan dalam pemikiran-pemikiran ini.
Memilih memang bukan perkara gampang, seperti memilih dalam menulis topik-topik apa yang belum tersentuh oleh kebanyakan pemikir lainnya. Atau tulisan-tulisan dengan kadar harus dibaca dua atau tiga kali untuk paham konten yang disajikan dari penulis kepada pembaca.
Tetapi perkara bentuk dari apa pilihan itu, tidak lepas adalah konsekwensi yang harus ditanggungnya sendiri, bagaimana melihat pahit di dalam manis sebagai konsekwensi dari pilihan itu dalam memilih.
Memang menjadi manusia bukan hanya harus ditangguhkan pada pilihannya, tetapi juga memilih dengan apa yang ingin dipilihnya sendiri. Tentang berbagai pengetahuan di sana, apakah menjadi sebuah rujukan untuk manusia dalam menentukan pilihannya? Sebagai keputusan hidup yang harus dipilih mereka pada akhirnya dalam menjalani hidup ini?
Semacam menjadi ajang untuk renungan. Bawasannya; "Manusia bukan hanya memilih yang akan baik untuk dirinya sendiri, tetapi memilih siapa saja yang akan hadir dalam hidupnya juga merupakan bentuk dari pilihan hidup yang tidak harus manusia kesampingkan, baik dalam menjadi diri sendiri atau setiap saat ada di dalam kerumunannya".
"Hanya menjadi pengumbar kata obsesi sebenarnya menjadi manusia; "orang lain menjadi penimbang apa yang disesalkan dengan keputusan orang-orang lainnya yang menurutnya ganjil". Tetapi di sini apakah ada orang yang mampu mendengarkan orang lain, yang lebih lagi dari itu, menuruti apa pendapat orang lain?
Jelas sebagai pertanyaan sendiri ini sudah menjadi sesuatu yang gamblang. Konsep dari ideal itu sendiri tidak mungkin akan bertumbuh dari pemikiran manusia lain selain dirinya sendiri."