Satu kisah yang terlepas, ini adalah sebuah akar dari pemikiran manusia, bagaimana sebuah kemapanan pendapatan akan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari itu terpenuhi. Memang adakalanya sesuatu yang terlepas, ia hanya akan menjadi sebuah kehilangan, bukan kehilangan apa-apa, hanya saja sebuah  kebiasaan sangat sulit untuk dilepaskan sebagai sesuatu yang telah berlalu begitu saja.
Menjadi manusia, selamanya mereka tidak akan siap merasakan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba menimpa dirinya. Namun mungkinkah sesuatu ketiba-tibaan itu tidak akan pernah terjadi dalam wacana dan praktik hidup sebagai manusia itu sendiri?
Hal yang mendasar dari hidup merupakan satu pijakan; "manusia hidup", mereka tetap harus bersiap pada tantangan dari kehidupan itu sendiri. Tidak lain adalah "siap" menerima segala sesuatu yang sebelumnya tidak terpikirkan dalam angan-angannya sendiri.
Sebagai catatan hidup, tidak pernah saya sampai se-galau ini dalam bereaksi terhadap sesuatu yang menimpa dari segala macam dinamika hidup. Dilema sebagai seorang penganggur yang sudah tiga bulan lalu terkena pemberhentian kerja. Apakah uang yang masih tersisa itu akan memenuhi jawaban santainya hidup seorang penganggur, yang hanya menghabiskan waktu dan belanja dari uang sisa dari hasil kerja mereka sebelumnya?
Saya kira uang sisa yang ada sudah tidak terasa lagi sebagai sarana hidup nyaman seorang manusia pengangguran. Karena dibalik uang yang dihasilkan dari seorang pekerja walapun cukup untuk bekal menjadi seorang penganggur dalam satu tahun misalnya, tetap saja didalam hari-hari menjalani hidupnya, ada rasa kehilangan yang sampai kepada alam pikirannya sendiri. Sebab nyatanya beraktivitas juga merupakan kepuasan kebutuhan dasar hidup manusia.
Bawasanya menjadi manusia yang hidup, ia butuh aktivitas sebagai pelipur dan hiburan hidup dirinya. Tetapi dari segala jenis aktivitas manusia itu pasti nilai kepuasannya ada pada: "harus menjawab segala macam apa yang menjadi harapan manusia itu sendiri". Salah satunya adalah kegiatan kerja yang menghasilkan uang, sebab apapun bentuk sebuah tuntutan hidup, semua butuh uang sebagai sarana menghidupi diri mereka sendiri.
Uang sebagai ukuran kegiatan hidup manusia memang tidak pernah salah. Sebagaimana orang paling pintar, paling bijaksana, atau paling "baik" yang pernah ada didunia, selama ia masih hidup bersentuhan dengan dunia, pasti akan membutuhkan uang sebagai sarana hidupnya secara terus menerus.
Maka segala jenis kegiatan yang tidak mengahasilkan uang dalam hal kebaikan apapun, tetap akan terasa hampa, jika memang sebelumnya salah satu manusia itu benar-benar tidak ada penghasilan uang dari kegiatan yang lainnya. Untuk itu, apakah bukan suatu kewajaran bilamana suatu kegiatan manusia harus diukur dari jumlah uang yang dihasilkan?
Dalam hidup tidak ada yang benar-benar tergerak dari alam kemurian karena hidup manusia juga tidak akan pernah menjadi murni. Perjalanan hidup manusia selalu membutuhkan sesuatu, dan sesuatu itu harus dibeli dengan uang.
Oleh karena itu bentuk dari segala macam negoisasi jalannya setiap kegiatan juga nyatanya membutuhkan uang. Jelas pasti orang-orang yang ada didalam lingkup kegiatan tersebut pun tetap berharap ada uang sebagai sarana jalannya hidup manusia, membeli untuk menunjang segala macam kegiatan manusia kembali untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya.
Dilema pada alam pemikiran seorang manusia pengangguran adalah wacana kegiatan yang dapat menghasilkan uang. Tidak dapat dipungkiri rasa letih yang dihasilkan, tetap harus berdampak baik meningkatkan taraf hidupnya. Kegiatan jika memang hanya kegiatan tidak menghasilkan sesuatu yang diharapakan tidak akan pernah selamanya dilakukan jika memang manusia sama sekali tidak dapat penghasilan uang.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!