Cari dan temukanlah dirimu sendiri. Memang ini adalah kata yang mudah diucap, bahkan apakah bisa se-rumit itu mengenali diri sendiri? Ini memang bukan sesuatu yang sulit jika dibaca dengan segudang teks, tetapi ketika diterjemahkan dan dipraktikan dengan kepastian, bagaimana menjawab kepastian itu? Pasti bukanlah sesuatu yang mudah, sesulit diri menemukan dirinya dibalik konsep menjadi manusia, yang begitu kompleks jalan pikirannya.
Sebuah ingatan yang telah lalu, dipinggir rerumputan itu sedang bersama lamunan yang dengan cepat ingin dijinakan. Manusia dan konsep berpikirnya sendiri, adalah lubang dibalik tidak pernah penuhnya sampah dari pikirannya sendiri yang membelenggu. Tentang sebuah metafora Binatang yang berpikir itu, tidak ubahnya manusia merupakan kumpulan pikiran yang tetap akan dianggap oleh dirinya sendiri.
Ibarat ayunan yang berayun sedemikian cepatnya, lambat ketika ingin melambat, tetapi karena terbebani, ayunan itu tidak akan pernah berhenti. Ia terus saja berayun maju kedepan, kebelakang, sesekali oleng ke-samping. Apakah ini menjadi daya dari kompleksitasnya pikiran manusia, yang ia "pikiran" bukan hanya terbebani, tetapi nyatanya terus membebebankan diri untuk ada (eksis)?.
Tidak adanya jarak dari oleh pikir dan olah rasa, "berpikir adalah merasa, dan merasa adalah berpikir". Namun yang ada, rasa seperti berjalan sendiri, begitupun dengan bagaimana berpikir itu, ia berjalan sebagai pendamping rasa-rasanya sendiri, yang terkadang memanggil untuk dipikir. Menjadi manusia lagi-lagi, penuh dengan kontradiksi, tidak hanya ingin nyaman dipandang oleh dirinya sendiri tetapi nyaman pula dirasa sebagai "manusia" oleh manusia lain.
Pada dasarnya hidup ini memang tidak mudah, manusia bukan saja harus mencari cara untuk hidup, tetapi menjadi apa agar dia bisa berbahagia. Karena percampuran pada rasa derita, membuat ia tidak hanya harus mencari jalan bagi dirinya sendiri, yang masih dalam ranah misteri itu. Dan kemisteriusan seperti menjadi enigma yang dicari sebagai jati didalam diri atau "dirinya sendiri yang asli".
Menjadi diri memang berayun, dan didalam ayunan itu manusia harus dapat memberhentikan sejenak bagimana ia sendiri menerka-nerka sebenarnya, ia racun yang bertuah atau madu yang ujungnya menjadi penederitaan itu. Sejenak ranah untuk kontemplasi, hanya terbauai oleh hingar-bingar kehidupan yang berlalu, namun mencoba terus diresapi sebagaiaman suara dirinya sendiri yang tidak pernah menjadi pasti.
Diri dalam menjadi dirinya berubah-ubah, terkadang disaat yang sama ia berpikir dan harus melaksanakan tujuannya sebagai (A) misalnya. Namun disaat berikutnya ia menimbang untuk berhalauan menjadi (B) kemudian (C) dan balik lagi menjadi (A) menumpuk sampai (Z) dan itu tidak pernah selsai.
Sepertinya benar terjebak, orang yang ingin mengenal dirinya justru, ia terjebak pada harapan kemapanan, bagimana seharusnya dirinya, apakah ia sudah benar menjadi dirinya sendiri dengan mapan? Sesuatu yang terus dipertanyakan ketika mengenal dirinya sendiri, apakah hidup ini sudah benar, dijalur hidup yang membahagiakan? Setidaknya kepuasan dalam hidup bisa dirinya sendiri capai sebagai sebuah karya, yang ia hidup memang diciptakan untuk mejalani laku sebagai dirinya sendiri saat ini?
Berbondong-bondong orang ingin mengenal dirinya sendiri, tetapi yang tidak pernah menjadi selsai itu adalah makna dari apa sebenarnya dirinya. Terkadang ketika manusia sudah tahu dirinya disana, ia dihadapkan dengan bagimana secara pasti menjadi dirinya. Sudah mengenal maka ia mencari jawaban, apakah semua orang menjawab hal yang sama ketika dia sudah punya jawaban untuk dirinya sendiri?
Inilah yang menjadi beribu-ribu bahkan berjuta-juta apa yang dipertanyakan oleh dirinya sendiri, ia mencoba untuk sama dengan manusia lain, tetapi dengan kesamaan yang ideal itu, apakah manusia diciptakan untuk menjadi sama? Tentu semua punya tujuan hidup masing-masing, dimana mereka harus berlaku dalam menjalani hidup sesuwai minat yang akan ditekuninya sendiri.
Berbagai pengetahuan yang harus manusia baca dalam menjadi dirinya, filsafat, kebudayaan, bahkan spiritualitas bukan saja harus digali dalam pencarian menjadi dirinya sendiri.Â