Tetapi, apa yang tidak pernah layak untuk dipikir dalam semesta wacana keingianan manusia? Inilah sesuatu yang terkadang menjadi terbalik itu, mungkinkah manusia cukup hidup dengan dirinya sendiri tanpa didengar maupun mendengarkan manusia lain?
Berbagai pertanyaan itu, seperti ruang obrolan yang sebenarnya hanya untuk mengalihkan pikiran, yang pada intinya: apa yang menjadi obrolan itu tidak akan selsai ketika tidak ada tindakan dari dirinya sendiri terlebih dahulu. Bagaimanapun tingkahnya itulah manusia, dan apa nyatanya dari manusia, yaitu: berlajutnya pada setiap wacana pertanyaan! Orbolan dan pertanyaan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan.
Cerita disana tentang seorang manusia yang penasaran dengan pertanyaannya, memang semua tidak akan dengan mudah menjadi selsai, tetapi ungkapan-ungkapan itu, tetap hanya hiburan untuk pikirannya sendiri. Berlari-lari, mungkin manusia akan terus melarikan diri pada beban pikiran-pikirannya sendiri yang memaksa mereka bereaksi terhadap hidupnya sendiri.
Yang jelas menjadi tidak jelas, yang khayal menjadi ketakutan, dan yang katanya nyata: itulah yang menjadi bibit-bibit dari derita sebagai manusia. Menikah, kebutuhan, dan manusia, apakah akan tetap menjadi pertanyaan para lajang abad 21 ini: perihal menaggapi apa yang dibutuhkan saat ini yaitu "menikah"?
Mungkinkah menikah menjadi jawaban itu, tak kala di dalam dirinya sendiri bertanya; jika memang menikah mengandung banyak penderitaan, mengapa banyak orang menikah, dan ketika pernikahaan selesai dengan maut atau bercerai, mengapa manusia cenderung ingin menikah lagi? Berbagai pertanyaan itu, tentang yang nyatanya ada; sebagaimana adanya kini.
**
Pikiran, mungkin menjadi yang tidak akan pernah berujung. Begitu pula dengan harapan, ia juga sama; ujungnya tetap pada harapan pula pada akhirnya. Bagaimana dengan setiap keinginan-keinginan manusia? Tetap ia "manusia" adalah penderitaan yang menjadi kenyataan hidup itu.
Tentang jawaban dan pertanyaan yang terbalik, sesuatu itu, hanya saja manusia tetap menjadi penduga-duga mempertanyakan diri dan hidupnya. Asalkan sesuatu yang belum ia "manusia" rasakan, bagaimana dengan merasakan itu? Mungkikah tidak pada keadaan yang seperti ini dapat "berbeda"? Adakah kemungkinan-kemungkinankah dari suatu yang baru itu?
Katakankah satu contoh manusia yang tengah jengah dengan keadaannya sendiri. Sebagai lajang, ia "manusia" ingin sesuatu yang berbeda, bahkan berbedanya itu: dia "manusia" menginginkan sebuah jawaban. Segala pertanyaan itu, apakah jawaban tidak akan pernah menjadi sesuatu yang anomali? Kapan kelajangan itu berakhir pada akhirnya, dan nahasnnya ditunggu oleh manusia sembari diharap!
Inilah praduga itu, kenyataan tetap memberi jawaban, memuaskan atau tidak? Itulah! Semua terkadang berbeda dengan konsep yang sebelumnya terbayangkan. Sebenarnya apa yang diharapkan dari manusia yang sendiri dalam kelajangan itu? Tentu, jika ia "manusia sudah menyerah terhadap kesendiriannya, apakah ia tidak menjadi penanya yang baik untuk dirinya sendiri?
Lingkungan terkadang menjadi dalih sosial itu. Sebelumnya praduga mendominasi, bagaimana aku dapat melepas suatu keadaan lajang ini yang menjenuhkan? Tentu satu-satunya cara adalah berkerumun dengan lawan jenis. Tetapi apa yang akan terjadi dikala ada suatu kecanggungan?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!