Manusia di tuntut untuk berpikir, maka dari itu apa salahnya manusia belajar menyimak keadaan disekitarnya? Setidaknya sebagai cara bagaimana mampu, atau dapat bertahan didalam keadaan apapun sebagai diri manusia.
Hidup untuk pengetahuan, memang tidak akan pernah akan habis, seperti yang bisa di prediksi dari sains, agama, maupun filsafat, semua berlatar dari perdebatan panjang akan suatu pengetahuan untuk keberlangsungan hidup manusia.
Berjuta-juta bahkan ber-milyard-milyard tahun semua ini ada "alam semeseta", setidaknya inilah jawaban yang mencoba akan di jawab oleh dimensi pengetahuan. Namun pengetahuan seperti telah menjadi hal yang sangat subyektif itu, tidak ada pengetahuan dikatakan sebagai benar, pasti akan selalu ada argument, tetapi tetap sebagai pengetahuan juga pada akhirnya.
Perdebatan antara yang benar dan yang salah akan selalu ada di dalam pengetahuan, tentang alam pikiran sebagai oase yang sublim, penjabaran akan pengetahuan ini, dapat disangkal bahkan dapat diperdebatkan secara pendapat subyektif. Tentang berbagai diri yang akan mengukuti pada akhirnya, tertinggal pertanyaan semua ini untuk apa "pengetahuan"?
Banyak orang membaca buku, banyak orang menonton film, banyak orang menjadi penggemar, bahkan menjadi pengikut kegiatan yang receh sekalipun sebagai pengetahuan. Memang tidak dapat disangkal, semua adalah kembali lagi, tentang hidup yang harus dijalani dengan hati, " tentang apa yang membuat hati ini senang".
Baca juga: Perbedaan Konsep Eudaimonia Menurut Plato, Socrates, Aristoteles, dan Descartes
Segudang rasa ingin senang, bahagia, dan selamat sebagai manusia tanpa derita yang harus manusia lalui, seperti menjadi sifat keluhuran itu. Orang-orang disana dengan jubbah kebesaran "sebagai" yang mereka kenakan, tentang apa yang menjadi dasar pikiran mereka? Sejenak di perhatikan, hanya upaya kesenangan dan kepuasan jiwa, guru-guru, tukang batu, dan para pengrias diri di sebuah perusaahaan.
Sekali lagi, mereka hanya menuju apa yang dapat membuat puas dirinya, tentang merasa yang paling bermakna, seperti mereka "manusia" telah mendorong orang lain untuk maju, tetapi maju tidaknya diri manusia, merupakan suatu minat yang terpendam, mereka berpegang tetap dengan apa yang membuat dirinya puas dan bahagia sebagai dirinya "manusia".
Bila kerja adalah kepuasan, orang tidak ada berhenti-berhentinya untuk kerja, begitu pula jika kepuasannya makan, hidup akan terus di isi untuk makan. Sex dan narkoba misalnya, merupakan sekian dari banyak apa yang membuat hidup ini puas dengan apa yang dilakukan oleh diri sebagai pemenuhan kepuasan hidup manusia di dunia tersebut.
Kebanggaan dan nama besar juga upaya lari dari dunia dan mencari bahagia yang membuat puas manusia. Ungkapan dari "Plato" dalam mengkelaskan arah kepuasaan atau kebahagiaan manusia; Epithumia, Thumos dan Logistikon yang mengocang dunia pengetahuan sebagai manusia itu sendiri.
Epithumia