Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ormas, Politikus, dan Demokrasi

10 Juli 2019   20:50 Diperbarui: 10 Juli 2019   20:54 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
iluatrasi diambil dari: shopback.co.id

Lima tahun sudah berlalu, saya kira 2019 tonggak baru mengundang orang-orang terbaik untuk ikut dalam kontestasi politik demokrasi ini, akan berdasar keterikatan dengan Ormas besar akan lebih disukai, seperti calon wakil presiden salah satu calon yang merupakan elite berpengaruh salah satu Ormas terbesar di Indonesia.

Pucuk kepimpinan yang memimpin itu layak maju sebagai calon penguasa negara, yang cukup baik secara struktural Ormas dan mempuninya modal untuk mobilisasi kampanye .

Tetapi ada hal yang menurut saya dia menjadi buruk dan kurung untuk respect ketika pemilu selanjutnya tiba, adalah terbelahnya masyarakat atas dasar simpatisan atau ideologi Ormas, dimana masyarakat pasti akan terbelah jika tahun politik tiba.

Faktor kekuatan politikus berdasar Ormas, ambisi dan idealismenya di pemilu yang akan datang dipertanyakan, apakah dia memang berambisi untuk kuasa sebagai pelindung semua warga negara atau hanya alat orang-orang dia "golongan tertentu" untuk berkuasa menguasai negara menguntungkan kelompok dan golongannya? Itu menurut saya pantas untuk dipertanyakan demokrasi kita "Indonesia", ketika Organisasi masyarakat (ormas) bertrasformasi menjadi setengah partai politik.

Yang menjadi poin penting melihat demokrasi kita adalah dia "calon penguasa negara" masa depan, seharusnya dia punya otoritas lebih dalam memilih ide-ide melindungi semua hak warga negara, salah dan benar harus ditimbang dengan nalar, bukan atas pertimbangan berat sebelah atas nama kepentingan kelompok dan ormasnya masing-masing yang menjadi fasilitatornya berkuasa atas nama negara.

Seseorang yang ideal, kompetibel dan yang kompeten dalam mengurusi pemerintahan sebelumnya memang harus sudah teruji, tentu teruji dia bisa adil tanpa di setir fasilitatornya.

Seorang calon pengendali negara yang bijak seharusnya juga pandai memilih dimana dia akan di beck up orang-orang yang kompeten dan kuat dibidangnya "Ormas" yang moderat dan melindungi hak-hak warga negra lain tanpa frontal memusuhi kelompok yang lain.

Namun geliat calon pemimpin negara masa depan tanpa di tukangi konflik kepentingan masih sangat sulit di lihat, bahkan yang sudah-sudah terjadi tetap syarat konflik kepentingan para fasilitatornya termasuk oligarki dan Ormas-ormas besar itu.

Bisa jelas terlihat pemilu 2019 sebagai pijakan memandang 2024, dia "calon penguasa negara" berlatar belakang politikus dan orang-orang disekitarnya hanya memilih orang yang punya simpatisan yang luas, juga jaringan yang luas untuk dipilih untuk sama-sama berkuasa terhadap negara dalam hal ini "elite Ormas besar".

Menurut saya, patut ditelusuri jalan yang mereka tempuh calon penguasa masa depan, tentang adanya faktor ambisi untuk berkuasa tanpa memikirkan kebaikan untuk bangsa dan Negara.

Perlu dikritisi, bukankah justru yang terlihat malah untuk kepentingan diri akan kuasa dan para kroni-kroni dibelakangnya, termasuk setiap elmen fasilitatornya untuk kuat secara politis, baik oligarki maupun Ormas dalam dukungannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun