Perjalanan seperti apa yang akan dipandang, dia bagaikan orang sedang mengatur jalanan kota yang macet. Siang dan malam seakan orang tidak pernah lepas dari apa yang dipikirkannya, sekiranya apa yang akan terjadi di esok pagi, itulah yang sedang direncanakannya.
Berlari dan berdiri, bertempur dan merayap seperti sudah menjadi suratan manusia dalam kehidupannya. Terkadang hati dan pikiran ini tidak sampai, kemana akan melangkah menikmati diri tanpa beban hidup ini. Alangkah, mungkin tidak ada yang bahagia menjadi manusia jika ia tidak dapat menikmati apa yang seharusnya dinikmatinya.
Di ujung sana terdapat Stasiun besar mengangkut sejumlah penumpang. Setiap hari di Stasiun besar itu hanya ada orang lalu lalang, namun diselah tempat duduk saya terdapat suatu pertanyaan, sekiranya akan kemana lagi saya melangkah? Semua serba bayang-bayang, dan yang mengganjal itu, apakah yang akan saya cari selanjutnya?
Kenalan lama yang bertemu di Stasiun, seperti hanya lalu-lalang aktivitas yang sebenarnya di carinya sendiri. Begitu pula dengan cerita teman lama yang sudah hampir dua tahun tidak bertemu.Â
Rasanya di dunia ini sempit sekali, di tempat dimana dia berpijak dahulu, nantinya karena dasar yang sama tersebut, menjadi peluang bertemu lagi di masa yang akan datang berikutnya.
Dari jauh yang sengaja didatangkan hanya untuk pelatihan kerja besok, mungkinkah akan berkesan dan membekas? Apakah pelatihan kerja itu perlu dilakukan?Â
Tetapi inilah mungkin bentuk suatu apresiasi itu, sekali se-umur hidup saya, sebelum kerja di latih oleh lembaga manejemen pelatihan. Kenyatanya sejak saya bekerja dari dulu, tidak pernah dilatih sebelumnya oleh menajemen training perusahaan.
Tiket yang telah dibelikan, seperti sebuah ungkapan perhatian, sebenarnya pelatihan ini dibutuhkan. Uang yang telah banyak perusahaan keluarkan adalah bukti seriusnya latihan pra kerja bagi karyawan. Apa pun ungkapan itu, seperti yang tengah saya lihat di pinggiran jalan, menunggu jemputan dari perusahaan yang ditunggu belum kunjung datang.
"Pagi menunggu jam delapan, sore menunggu jam lima, gajian, dan waktunya makan adalah hal yang paling tertunggu itu."
Orang berlarian dia jalan sana, saya seperti ingin menyembuhkan harinya, dia juga tidak mau terkekang oleh kehidupannya. Lamunan di pinggir jalan ini, seperti ia ingin menebak, dia tidak tahu siapa yang akan ditebaknya kini. Hari esok akan sangat menjadi penantian yang tidak berujung, formal, dan penuh dengan kepalsuan.
Suara-suara di panggung sana, menyuarakan kemerdekaan karena dia telah mempunyai infrastrukturenya. Setidaknya dia punya nilai yang mereka jual. Berbeda dengan saya, "saya" hanya dapat bercerita bagaiaman saya dapat eksis, dapat pula menjadi apa yang di mau, tetapi harus menjadi pula apa yang orang mau, Itulah! Tetapi demi bertahan dalam hidup, menarik diri untuk laku pada akhirnya, tentang hasrat menjadi manusia yang membelenggu, semua haruslah dilakukan.