Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Spiritualitas, Meraih Namun Tidak Dapat Diraih?

26 April 2019   14:50 Diperbarui: 5 Mei 2019   23:09 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak terucapkan pada pikiran ini memang akan sedikit menjadi pilu. Bawasanya manusia adalah sedikit dari yang banyak itu. Harapan akan pengakuan yang terakui, menjadi paling diinginkan dan sedikit ungkapan rasa tidak puas akan bagaimana pendapat-pendapat manusia lain.

Dalam realitas sendiri, "mengakui itu menerima kelemahan". Oleh sebab itu menjadi dalam suatu lakon begitu sangat vital dalam menjalani hidup ini. Ruang yang sulit diterima jika pendapat ganjil untuk diri kita digaungkan orang-orang disekitar kita. Namun tidaklah untuk menjadi takut, bahkan menjadi berbeda dari kebanyakan merupakan pola hidup yang harus manusia jalankan.

Di sudut sana pada suatu pola, kita cenderung lemah. Disini saat kita menjadi apa yang diri kita mau, karekter itu begitu melekat bahkan kuat. Jadi bagaimana dengan kita memaknai sebuah pola? Mungkin kata motivasi tidak akan menjadi kebutuhan dasar kita. Saat pengakuan itu lebih utama dari bagaimana kita membelah pola dalam hidup kita, menerobos jalan hidup merupakan upaya baru itu.

Saat disana mengkritik Anda dengan begitu kuat bahwa; Anda lari dari bagaimana ideologi yang seharusnya Anda jalankan dalam hidup ini, pastikan itu hanyalah kehidupan ala fiksi yang orang-orang banyak yakini. Modernitas pada ciri masyrakat Indonesia kini tidak menjadikan manusia Indonesia lentur pada setiap pengetahuan yang hadir. Khazanah berpikir menjadi begitu mengerucut tentang "jadilah identitas yang baik".

Sangat rancu memang menuliskan tentang narasi ini, di mana terjadi pergeseran budaya yang begitu sangat akut. Tidak berbandingnya dunia pendidikan kita menjadi pekerjaan rumah yang harus ditanggung bukan hanya masyarakat tetapi juga oleh kekuasaan politik yang, saat ini menjadi lebih kaku dari orang bebal tidak mengenyam bangku kampus.

Pengetahuan moderitas pada ruang kehidupan budaya Indonesia sekan menjadi kebenaran tunggal atas nama satu narasi. Adalah faktor teologisasi yang diedapkan pada kebenaran tunggal, bukan hanya dikalangan terdidik atau kalangan-kalangan elit politik manusia indonesia, tetapi menjalar dunia pendidikan sekolah menengah pertama atas maupun ormas-ormas mutakhir.

Kita boleh sedikit mengecek bagaiamana sekolah ditingkat pertama atas semakin menjalankan identitas. Sekolah yang seharusnya memberi sekulerisasi pada kehidupan bermasyarakat kini kehilangan sisi sekulernya. Semua serba di tukangi isme-isme merujuk pada keyakinan teoligis atas nama masyoritas dan minoritas.

Maka dari itu tidak heran jika pemaksaan kehendak untuk benarnya sendiri justru lebih sedikit dari orang-orang "ketegori bodoh atas nama pandangan intelektual yang berbaur atas nama hobi di pasar-pasar dan ruang-runag publik lainnya".

Pergeseran budaya tidak hanya mendegradasi semseta wacana berpikir , tetapi juga menghalau ruang publik yang aman dan damai dalam tatanan laku normatif warga negara. Yang terjadi jusrtu dalam lingkungan sekolah tinggi itu sendiri yang menciptakan fanatisme buta pada teologisasi.

Arus identitas memang berperan penting dalam hal ini, "ketika identitas diyakini sebagai kebenaran tunggal tentu menyalahakan ide identitas lain". Oleh karenanya semakin berpendidikan "sekolah"  justru semakin kaku pada nilai tolerasi yang seharusnya terjadi pada pendidikan maju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun