Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia "Pekerja" Abad 21

18 April 2019   20:44 Diperbarui: 28 April 2019   23:04 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika para pekerja yang tidak mampu menekan beban kejiwaan yang ada, cara mereka menghilangkan atau mengurangi beban itu dengan keluar dari pekerjaan tersebut dan mencari pekerjaan lain yang lebih ramah pekerja. Menjadi pertanyaan apakah masih ada bentuk kerja yang masih ramah pekerja abad 21, ketika suasana kerja sendiri mayoritas dihadapkan pada alat-alat kerja yang justru tidak manusiawi? Salah satunya mesin-mesin yang tidak kenal lelah seperti manusia.

Belum lagi dengan kebutuhan hidup yang harus mereka penuhi. Sebab manusia pekerja hanya dengan kerja mereka dapat mendapat penghasilan. Oleh sebab itu, manusia pekerja adalah sekumpulan manusia penerima nasib yang nasibnya digantungakan oleh para pelaku bisnis itu sendiri. Maka dari itu, kebanyakan manusia pekerja berpikir "nasib baik masih dapat bekerja" diluar sana pengangguran yang butuh kerja masih banyak.

Menurut saya, seharusnya dilakukan para pelaku bisnis itu mulai menaikan standart upah untuk para pekerja. Jika pelaku bisnis belum mampu menaikan standart pengupahan, pelaku bisnis haruslah menciptakan lingkungan kerja yang bisa menekan beban kejiwaan itu, bukan malah menambah beban kejiwaan dengan target-target kerja irasional.

Atau bisa juga pemerintah mewajibkan semua para pelaku bisnis menyisihkan keuntungan untuk liburan bersama para pekerja. Kenyataan dilapangan tidak semua perusahaan mengakomodir kebutuhan liburan sebagai penyegar kembali kejiwaan para pekerjannya.

Bagaimanapun para pekerja adalah aset berharga para pelaku bisnis. Keuntungan para pelaku bisnis merupakan keuntungan yang dihasilkan oleh kerja para pekerja. Menekan beban kejiwaan yang pekerja alami adalah bagian tanggung jawab para pelaku bisnis yang seharusnya tanpa diminta sudah difasilitasi.

Bukan hanya itu, para pelaku bisnis bisa sejahtera karna mengambil nilai untung dari para pekerja-pun seharusnya memberi umpan balik kesejahteraan yang sama bagi para pekerja. Bukankah adanya bisnis untuk mensejahterakan kehidupan bersama? Jika hanya pelaku bisnis yang sejahtera, untuk apa ada bisnis? Seharusnya para pelaku bisnis bersikap adil sebelum mereka memulai berbisnis. Inilah bentuk filsafat bisnis yang sesungguhnya yaitu keadilan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun