Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia "Pekerja" Abad 21

18 April 2019   20:44 Diperbarui: 28 April 2019   23:04 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka dari itu berbagai cara dilakukan manusia pekerja adad 21 untuk mencukupi setiap kebutuhan-kebutuhannya, termasuk mencari pendapatan diluar penghasilan pokok dari pekerjaannya. Banyak mereka menjadi pekerja paruh waktu dibidang kerja lain, ada juga dengan usaha kecil-kecilan, semua dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tidak terjakau oleh gaji pokok sebagai pekerja abad 21.

Secara tidak langsung dengan berbagai harga kebutuhan yang semakin tinggi menggiring  suami dan istri untuk sama-sama menjadi pekerja. Abad 21, budaya patriarki dimana suami harus mencukupi semua kebutuhan hidup rumah tangga sudah tidak relevan lagi. Maka dari itu, problematika pengupahan dalam sistem kerja kini sedikit banyaknya mengubah tatanan masyarakat yang sudah mapan sebelumnya. 

Tentu ini menjadi keadaan yang baik bagi para suami "laki-laki", dimana beban kebutuhan kini juga menjadi hal biasa dibantu istri "perempuan". Tetapi keadaan ini berdampak pada pola pengasuhan anak yang terkurangi waktu di asuh oleh orang tua. Kini menjadi hal biasa terjadi, pengasuh anak dibebankan pada asisten rumah tangga "bagi yang mampu". Jika dari hasil kerja berdua hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan, pilihan alternatif, anak di titipkan pada neneknya, itulah hal lumrah yang terjadi abad 21.

Tanpa disadari kondisi upah yang minim sendiri menciptakan problematika baru, bukan hanya semesta kebutuhan hidup itu sendiri. Dalam ruang berumah tangga-pun menunjukan transformasi dari setiap fungsi dalam menjalani hidup berrumah tangga. Mungkin sudah menjadi tantangan jaman itu sendiri. Dimana perempuan harus berperan dalam pemenuhan ekonomi rumah tangga, juga nenek yang harus tetap mengasuh anak ketika anaknya sendiri sudah dewasa.

Dilema sebagai pekerja kekinian

Pekerja kekinian merupakan pekerja yang bekerja pada abad 21 ini dengan segala regulasi dan bentuk kerjanya. Dengan tingkat kemajuan teknologi yang semakin maju membawa masalah baru bagi pekerja. Masalah baru pekerja abad 21 tidak hanya bersaing dengan sesama pekerja yang semakin banyak jumlahnya. Saat ini, pekerja harus bersaing dengan teknologi yang ada. Terbukti di abad 21 ini, dimana hanya ruang kerja yang tidak bisa dikerjakan oleh sistem dari tekonologi yang masih dikerjakan oleh manusia pekerja.

Memang secara perlahan teknologi mengganti peran kerja manusia, bahkan tidak sedikit pos kerja yang di isi oleh manusia kini diganti oleh teknologi khusunya sistem komputer. Pekerja kekinian abad 21 merupakan pekerja langsung bersentuhan dengan alat-alat kerja atau alat produksi yang masih manual. Pekerja yang berkutat pada data sudah banyak yang digantikan sistem komputer. Kita dapat melihat costumer service baik pelayanan tiket kereta maupun teller bank sudah semakin berkurang jumlahnya.

Masalah yang sering dihadapi para pekerja sendiri yang langsung dihadapkan dengan alat produksi adalah tekanan produktifitas kerja, efisiensi waktu kerja dan bentuk kerja berorentasi pada hasil. Dengan permasalahan tekanan kerja, banyak dari mereka terkena beban kejiwaan yang ditimbulkan oleh tekanan pekerjaan yang ada. Bahkan stres karena kerja menjadi suatu yang gampang ditemui di lingkungan kerja.

Seharusnya para pelaku bisnis juga paham betul tentang ini, beban kejiwaan yang ditimbulkan oleh kerja seharusnya menjadi tanggung jawab penuh para pelaku bisnis. Tetapi yang terjadi di lapangan justru cenderung dibiyaran oleh para pelaku bisnis.

Menurut saya manusia pekerja kini adalah pekerja yang membutuhkan hiburan untuk menekan beban kejiwaan yang ada. Tetapi tidak semua pekerja diberi upah yang tinggi. Kebanyakan seperti yang kita tahu, mereka di beri upah minimum daerah tertentu yang hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari.

Pekerja dengan upah yang tinggi mudah saja menyisihkan penghasilannya untuk liburan menekan beban kejiwaan yang ada. Bagaimana dengan pekerja ber-upah rendah? Seperti apa mereka melakukakan ritual menyembuhkan dirinya sendiri ketika uang untuk saku liburan mereka saja tidak ada? Banyak dari mereka mengalami beban kejiwaan yang tidak tertangani, cenderung stres ketika dihadapkan pada tugas kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun