Jika ada yang mampu membuat teknologi itu, pasti akan dijual kepada pemodal asing, yang penting mendapat uang, sekolah dengan uang, hasil pun harus mendapat banyak uang. Tidakkah selama ini negara memfasilitasi ketika teknologi tercipta sebagai karya dari hasil pendidikan anak bangsa?
Setelah saya dalami dan saya rasakan pendidikan di negara ini hanya membuat bibit-bibit beban psikologis baru untuk kaum yang mengenyam pendidikan. Berbanding terbalik dengan esensi pendidiakan sebenarnya yang seharusnya dapat menciptakan cendekiawan peduli dan sebagai solusi berbagai persoalan masyarakat.
Tujuan pendidikan yang seharusnya untuk memberi stimulus untuk sadar akan ilmu pengetahuan sebagai pegangan hidup, justru mempunyai tendensi merepresi manusia berpendidikan dari dalam ruang kelas. Biaya pendidikan yang mahal, standar-standar ekspektasi nilai tinggi dari lembaga pendidikan dan perusahaan penyedia kerja.
Kompetisi dari dalam otoritas sesama lembaga pendidikan itu sendiri menerapkan nilai standar lembaga, juga kopetensi setelah lulus dari lembaga pendidikan tersebut. Semua mengandung beban yang tidak bisa manusia relakan jika berpendidikan melalui sekolahan. Mengandung pertanyaan itu sendiri bagi para kaum terdidik pasca kelulusan?Â
Apakah ruang kerja yang semakin sempit bersaing, dengan mesin dan teknologi computer mereka akan mampu? Jika tidak mampu tidak beratkah menjadi pengangguran ketika gelar yang disandang sudah berantai-rantai? Belum lagi dengan banyak uang yang digunakan untuk menebus gelar-gelar itu dari lembaga pendidikan?
Inilah sebab yang memicu tumbuhnya beban psikologis bagi seseorang yang terdidik itu sendiri dari dalam ruang sekolah. Apa bahayanya jika seseorang terkena beban psikologis? Inilah jawaban tentang terhambatnya kemajuan manusia bangsa ini. Orang-orang yang terdidik mengalami banyak beban psikologis karena tindak represi dari lembaga yang semakin menuntut.Â
Otoritas pendidikan sendiri yang cederung abai mementingkan kesehatan kapital dari pada manusia yang dihasilkan. Dan juga bagaimana yang bergelar di persepsikan tinggi oleh masyarakat tetapi dalam kenyataannnya seorang yang mendapat gelar itu tidak mampu membaut jawaban akan gelarnya itu sendiri.
"Revolusi pendidikan kini merupakan kebutuhan yang mendesak untuk membangun manusia baru Indonesia. Pendidikan haruslah mewujudkan pembelajaran pendidikan tanpa represi kepada peserta didik. Pendidikan harus membahagiakan tetapi tanpa beban yang diciptakan. Sekolah adalah tempat bermain yang dapat pengetahuan, bukan tempat pengetahuan mendapat ijazah untuk melamar kerja"
Kembalikan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan manusia terdidik bukan justru mengeksploitasi manusia terdidik. Selama ini pendidikan di negara ini merupakan ajang dari kepentingan bisnis belaka yang secara perlahan-lahan menghacurkan sistem pendidikan itu sendiri. Alih-alih mencetak cedekiawan justru malah mencetak generasi-generasi yang di pertayanakan zaman. Kasus bullying yang semakin banyak terjadi, siswa menentang guru dan lain sebagainya menjadi tanda gagalnya sekolah.
Program pendidikan seharusnya menjadi tanggug jawab negara, infrastruktur dari negara, biaya dari negara dan berakhir mengabdi pada negara untuk kemaslahatan masyarakat.Â
Sejauh ini dalam hal pendidikan negara tidak mampu berbuat banyak kepada anak bangsanya sendiri. Masyarakat dibiarkan dengan kemampuannya sendiri-sendiri dalam hal berpendidikan. Negara belum pernah adil mendidik anak bangsanya termasuk menata moralitas melalui kurikulum pendidikannya dengan berimbang.