"Saya tidak punya cita-cita untuk diri saya sendiri. Cita-cita saya untuk Indonesia, agar Indonesia menjadi negri yang makmur"
                                                           -S.K Trimurti
Kutipan di atas merupakan suatu pertanda bahwa, berjuang demi kemakmuran bangsa dan Negara adalah suatu bentuk perjuangan dari para pejuang kemerdekaan Indonesia. Surastri Karma Trimurti atau dikenal sebagai S.K Trimurti adalah wartawan, penulis, dan guru Indonesia. Karena keaktifannya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda S.K Trimurti diangkat menajdi Mentri Tenaga Kerja pertama di Indonesia pada dari tahun 1947 sampai 1948 dibawah Perdana Mentri Amir sjarifuddin.
S.K Trimurti lahir di Kabupaten Boyolali pada 11 mei 1912 -- Meninggal, di Jakarta 20 mei 2008. Terlahir sebagai anak carik, bila saat ini sama dengan pegawai setingakat kecamatan. Dengan kondisi itu  memungkinkan S.K Trimurti mendapat kesempatan berkeliling ke desa-desa di bawah pemerintahan ayahnya.Â
Perjalanan ke desa-desa sendiri membuat dia mengenal baik kehidupan masyarakat. Kemiskinan, perlakuan semena-mena pemerintah baik pengede negri maupun Belanda, juga ketimpangan sosial antara masyarakat dan elit-elit belanda menjadi sebab  nuraninya tergugah untuk membaktikan diri dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Dimulai dari pena, S.K Trimurti menamatkan sekolah Guru Putri sebagai peringkat pertama di jebres, Solo. Disamping menjadi guru, dia juga aktif dalam unit organisasi rukun wanita, kadang ikut rapat-rapat organisasi Budi Utomo. Setelah secara massif bersentuhan dengan oraganisasi-organisasi, ia mulai rajin membaca dan mengamati gerakan kemerdekaan lalu akhirnya dia memutuskan berhenti menjadi guru untuk bergabung dengan Parti Indonesia yang dipimpin Soekarno.Â
Setelah bergabung surastri pindah ke bandung untuk mengikuti kursus kader partindo di bandung. Di sana juga dia mengajar sebagai guru di sekolah dasar perguruan rakyat yang didirikan Partindo. Pada tahun 1933 Surastri diminta Soekarno menulis untuk Majalah pikiran rakyat. Dari pena tersebut dia mengkritik dengan lugas segala bentuk kerakusan-kerakusan penjajahan belanda.
Karena dedikasi yang tinggi, Soekarno meminta Surastri menjadi pemimpin Majalah pikiran rakyat. Surasti pun menerimanya, namun dia tidak mau diketahui oleh keluarganya ikut dalam gerakan politik, maka dari itu dia memakai nama Trimurti sebagai nama samaran berbagai tulisaannya. Dari dalam keluarga Surastri sendiri tidak mau jika ada anggota keluarganya bicara atau masuk dalam gerakan politik menentang Belanda.Â
Akhirnya pada tahun 1937 dia masuk penjara untuk pertama kalinya dengan dakwaan menyebarkan Pamflet anti-imperialisme dan anti-kapitalisme. Dia dipenjara selama sembilan bulan di Semarang. Setelah bebas, Trimurti menjadi wartawan di harian Sianar Selatan, di koran inilah Trimurti berkenalan dengan Sayuti Melik yang akhirnya menjadi suaminya. Mereka menikah pada tahun 1938 saat Trimurti menjadi tahanan  luar.
Ketika Belanda akan diserang Jepang dan Perang Dunai II mulai masuk ke Indonesia. Sayuti Melik menulis artikel untuk tidak mengajurkan membantu Belanda ketika Jepang menyerang. Artikel ini ditulis Sayuti di harian Sianar Selatan. Dengan beredarnya artikel ini membuat pemerintah Belanda gerah dan menggeledah kantor harian Sianar Selatan untuk mencari siapa penulis tersebut. Karna masih dibutuhkannya Sayuti dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, akhirnya Trimurti mengaku bahwa dialah penulis tersebut. Untuk itu Trimurti untuk kedua kalinya dijebloaskan kedalam penjara pemerintah kolonial Belanda.