Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berpendidikan Melalui Membaca

26 Agustus 2016   12:15 Diperbarui: 26 Agustus 2016   12:27 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompetisi manusia dalam mengarungi bahtera kehidupan dapat ditempuh melalui pendidikan. Kenyataan ini seperti terbukti dengan adanya lembaga-lembaga pendidikan yang menawarkan jasa untuk membuat terdidiknya manusia seperti sekolah atau lembaga pelatihan. Diera sekarang ini berpendidikan tidak hanya untuk meningkatkan sumber daya berpikir manusia itu sendiri tetapi juga menjadi instrumen untuk hidup yang lebih baik. 

Namun interpretasi pendidikan untuk meningkatkan berpikir manusia mulai terkikis. Manusia kini lebih condong pada instrumen hidup yang lebih baik tanpa membangun cara berpikir kritis layaknya seorang yang berpendidikan. Masalah ini ditambah lagi dengan perusahaan dan instansi pemerintahan menerapkan standarisasi upah menurut pendidikan terakhir yang ditempuh, semakin tinggi pendidikan yang ditempuh semakin tinggi pula upah yang didapat. 

Dengan kondisi seperti ini semakin memudahkan orang dalam mengambil keuntungan di pendidikan itu sendiri, salah satunya adalah lembaga pendidikan abal-abal yang tidak diakui oleh kemnristekdikti. Modus mengambil keuntungan itu dengan mengeluarkan ijazah asli tapi palsu yang banyak beredar dari lembaga pendidikan yang tidak terakui itu. 

Biaya jasa lembaga pendidikan yang mahal tidak menyurutkan minat para peserta didik untuk menempuh pendidikanya demi mendapatkan sertifikat atau ijazah sah secara hukum negara sebagai simbol bahwa dia seorang  berpendidikan dan layak untuk mendapatkan hak sebagai orang yang berpendidikan. Kita semua tahu uang dan pendidikan berjalan dinamis, tanpa uang manusia tidak akan bisa menempuh pendidikan.

 Hanya sedikit lembaga pendidikan yang menggratiskan biaya pendidikan, itupun bagi orang yang berprestasi disekolah yang nantinya dia bisa dimanfaatkan untuk berlangsungnya lembaga itu sendiri. Jaminan yang menggiurkan masa depan melalui pendidikanpun dimanfaatkan orang - orang yang rela mengeluarkan uang lebih banyak dari sistem bersekolah reguler demi mendapatkan sertifikat atau ijazah lebih cepat dan sedikit berusaha. Inilah bentuk diskriminasi pendidikan itu sendiri, pendidikan hanya dinikmati oleh manusia yang punya uang.

 Bagaimana dengan seseorang yang tidak mampu membiayai sekolah yang tinggi dan membeli ijazah? Bagaimana caranya kita berpendidikan? hal paling sederhana yang bisa manusia lakukan untuk berpendidikan yaitu dengan membaca. Membaca tidak perlu biaya banyak hanya perlu kesadaran untuk mau terdidik. Membaca adalah hal esensial dalam berpendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun