Dalam praktiknya, seringkali terjadi ketegangan antara standar pendidikan nasional dan kebutuhan lokal. Misalnya, kurikulum nasional yang seragam terkadang tidak mempertimbangkan keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Padahal, setiap daerah memiliki kekayaan budaya yang unik dan seharusnya diakomodasi dalam sistem pendidikan. Pengabaian terhadap budaya lokal dalam pendidikan dapat menyebabkan alienasi budaya di kalangan generasi muda, yang pada akhirnya dapat mengikis identitas lokal.
Namun, di sisi lain, terlalu menekankan kebudayaan lokal dalam pendidikan juga berisiko mempersempit wawasan peserta didik terhadap dunia luar. Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan antara pendidikan yang berbasis nilai-nilai lokal dan pendidikan yang menyiapkan generasi muda untuk bersaing di tingkat nasional dan internasional.
Pendidikan nasional harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghargai dan memelihara kebudayaan lokal tanpa mengabaikan pentingnya pengetahuan global. Dengan demikian, peserta didik dapat tumbuh menjadi individu yang berakar pada budayanya sendiri, tetapi juga terbuka terhadap perkembangan global.
Masyarakat dan pemerintah perlu bekerja sama untuk mengembangkan kurikulum yang inklusif, yang mampu merangkul keberagaman budaya lokal sambil tetap mempertahankan standar pendidikan nasional yang tinggi. Dengan cara ini, pendidikan dapat menjadi sarana untuk memperkuat identitas nasional sekaligus memperkaya kebudayaan lokal.
Melalui pendekatan ini, pendidikan nasional tidak hanya berfungsi sebagai penggerak kemajuan, tetapi juga sebagai penjaga warisan budaya yang berharga bagi generasi mendatang.