Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Jejak Panjang Hukum Islam di Indonesia dari Jalur Perdagangan Hingga Pilar Hukum Nasional

24 November 2024   22:40 Diperbarui: 24 November 2024   22:47 12 0
Indonesia, sebuah negeri dengan keberagaman etnis, budaya, dan agama, telah lama menjadi persinggahan berbagai tradisi dan kepercayaan. Dalam perjalanan panjang sejarahnya, Islam muncul sebagai salah satu kekuatan yang membentuk identitas sosial dan budaya bangsa. Kehadiran Islam di Nusantara tidak hanya membawa ajaran keagamaan, tetapi juga tatanan hukum yang terus berkembang hingga menjadi bagian integral dari sistem hukum nasional.  

Penyebaran Islam di Indonesia dimulai sejak abad ke-7 Masehi melalui perdagangan maritim. Para pedagang Arab membawa ajaran Islam ke wilayah pesisir Sumatera, menjadikan daerah seperti Aceh sebagai pintu masuk pertama. Selain perdagangan, pernikahan lintas budaya, pendidikan, dan akulturasi mempercepat penerimaan Islam di kalangan masyarakat lokal. Kehadiran Kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 menjadi tonggak penting penyebaran Islam. Sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia, Samudera Pasai tidak hanya memperkuat identitas keislaman, tetapi juga memperkenalkan hukum Islam berbasis mazhab Syafi’i, yang berpengaruh hingga kini.  

Pada masa kerajaan-kerajaan Islam seperti Mataram, Banten, dan Cirebon, hukum Islam menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat. Dibentuknya lembaga seperti Peradilan Serambi dan Majelis Syara’ menunjukkan bahwa hukum Islam telah menjadi instrumen formal dalam menyelesaikan berbagai perkara. Namun, ketika penjajah Belanda menguasai Nusantara, posisi hukum Islam mengalami tekanan. Meskipun demikian, pengakuan terhadap hukum Islam tetap ada, terutama dengan diterbitkannya Staatblad 1882 No. 152 yang mengatur pembentukan Peradilan Agama di Jawa dan Madura.  

Memasuki masa kemerdekaan, hukum Islam menghadapi tantangan baru. Di era Orde Lama, dominasi nasionalis dan komunis membatasi ruang gerak hukum Islam dalam sistem hukum nasional. Partai Masyumi, sebagai representasi aspirasi Islam, dibubarkan pada 1960, menyebabkan hukum Islam hanya menjadi wacana terbatas. Namun, harapan kembali muncul di era Orde Baru. UU No. 14 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menjadi titik terang, memberikan pengakuan formal terhadap hukum Islam. Bahkan, Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang diinstruksikan pada 1991 menjadi panduan bagi hakim dalam menyelesaikan perkara terkait perkawinan, waris, dan wakaf.  

Era reformasi membuka babak baru bagi hukum Islam. Peraturan yang lebih inklusif memungkinkan penerapan hukum Islam di daerah tertentu, seperti Aceh, melalui Qanun Syariat Islam. Pengadilan agama juga memperoleh kewenangan tambahan, termasuk menangani sengketa ekonomi syariah. Undang-undang seperti UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah semakin mengukuhkan hukum Islam sebagai bagian dari sistem hukum nasional.  

Hukum Islam kini menjadi salah satu pilar penting dalam pembangunan hukum Indonesia. Beberapa peraturan nasional seperti UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, hingga PP No. 28 Tahun 1978 tentang Wakaf menunjukkan bagaimana hukum Islam telah memberikan kontribusi signifikan. Perjalanan panjang ini membuktikan bahwa hukum Islam tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga fondasi hukum yang relevan bagi Indonesia modern.  

Dengan akar sejarah yang kokoh dan dukungan masyarakat yang mayoritas Muslim, hukum Islam terus berkembang seiring dengan dinamika zaman. Ia bukan hanya saksi perjalanan bangsa, tetapi juga aktor aktif dalam membangun keadilan dan harmoni di tengah keberagaman Indonesia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun