Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Etika Media Online

2 Oktober 2024   19:53 Diperbarui: 2 Oktober 2024   20:00 51 0
BERSAMA dua orang kawannya Rich Jaroslovsky, menggagas berdirinya Online News Association (ONA). Sebagai pendiri ONA ia menjabat sebagai presiden pertama organisasi itu. Jaroslovsky seorang jurnalis veteran, memiliki karier panjang di bidang jurnalisme, termasuk sebagai kepala koran online di "The Wall Street Journal."

- - - - - - - - - - -

Indonesia belum seberuntung negara lain yang memiliki komunitas online dengan kemampuan merumuskan kode etik jurnalisme online. Kode etik itu mencakup prinsip spesifik untuk jurnalisme digital, diantaranya perlindungan privasi pengguna, verifikasi informasi, dan pengelolaan komentar pengguna. ONA menjadi pelopor utama dengan memiliki pedoman etika untuk jurnalisme digital. Tentu bukan sekadar ketiadaan profesional media yang berkualitas, namun juga dukungan dunia akademik yang rigid mencatat nalar ilmiah terkait perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan perilaku masyarakat. Saya menemukan kekosongan itu saat bertemu para guru komunikasi.

Mahaguru komunikasi Profesor Hafied Cangara menyebutkan "pentingnya mengamati iklim media sosial sebagai fenomena media baru." sementara itu Profesor Andi Alimuddin Unde, menyebutkan "Resiko hukum dalam pertumbuhan media baru." Diskusi berlanjut dan Dr. Iqbal Sultan menekankan "perlunya mendeteksi penggunaan nilai kearifan lokal dalam kajian etik media baru." Semua itu belum selesai karena Dr. Muliadi Mau menyebutkan substansinya ada pada "filsafat sebagai dasar lahirnya etika." Semua menjadi penyempurna untuk kelahiran kode etik. Karena dalam banyak kertas ilmiah Profesor Muhammad Akbar disebutkan "pasar telah dikendalikan oleh kehadiran media baru".

Perbincangan beberapa malam bersama Doktor Philosophy Syamsuddin Aziz memperoleh suatu kesimpulan "melihat etika media baru, tidak bisa memakai pola etika media lama." Setiap generasi yang hidup dalam abad dan teknologi berbeda, memiliki nilai-nilai etika tersendiri. Apakah sama atau berbeda dalam pemikiran saya tentu perlu pembuktian ilmiah. Saya beruntung menjadi satu dari sekian 'pemulung' fakta dunia media, dan lebih beruntung lagi karena pernah hidup dalam dua era berbeda sejak lahir hingga saat ini, 57 tahun, tentu dengan pengalaman dunia praktis media sekira 25-30 tahun lebih, etika menjadi pemicu hidup mati media. "Media dan jurnalisme tak akan pernah mati."

Benarkah jurnalisme tak akan pernah mati?. Kalau media sudah banyak yang 'mati' seiring kematian pemilik atau pendirinya. Seperti analisis para guru dan mahaguru di atas, saya teringat kalimat "Can't stop the Revolution?" karena di era 1987 menjadi mahasiswa ilmu komunikasi 'berdentang' kalimat "Communication revolution is never ending". Sketsa perkembangan yang terjadi dengan cepat di bidang komunikasi membuat para ahli menyebutkannya sebagai revolusi komunikasi. Tentu generasi sesudah saya lebih paham, karena generasi kami memakluminya. Apa pentingnya merumuskan suatu standar etik?. Tentu menjadi bahan renungan tersendiri.

Andrew Nachison, jurnalis dan inovator media yang juga ikut serta dalam pendirian ONA. Dikenal atas kontribusinya dalam mengembangkan praktik jurnalisme digital dan media baru. Bersama Tom Regan, juga seorang jurnalis dan editor, berperan penting dalam pendirian ONA. Berpengalaman luas dalam jurnalisme online dan cetak, berkontribusi pada pengembangan standar etika dan praktik terbaik dalam jurnalisme digital. Mereka berdua mendampingi Jaroslovsky sebagai pendiri ONA. Ketiganya memiliki visi membentuk komunitas, mendukung dan memajukan jurnalisme digital melalui inovasi, pelatihan, dan peningkatan standar profesional. Sejak didirikan 1999, ONA tumbuh dan berkembang jadi organisasi paling berpengaruh di bidang jurnalisme digital.

Watampone, 19 Juni 2024
Zulkarnain Hamson
 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun