Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Catatan 4: Pers Pancasila "Jurnalisme Persatuan Indonesia"

25 Januari 2024   20:27 Diperbarui: 25 Januari 2024   20:33 54 0
PERLINTASAN manusia pagi ini dari berbagai penjuru memenuhi koridor keberangkatan Bandar Udara (Bandara) Internasional Sultan Hasanuddin. Satu keluarga kecil wisatawan mancanegara dengan sepasang anak yang lincah dan terlihat gembira turun dari mobil hotel yang mengantarnya. Saya duduk di kursi cafe yang tak jauh dari mereka. Serombongan jamaah umroh turun dari bus, bergegas mereka akan sujud di dua kota suci umat Islam.
- - - - - - - - - - - - - - - - -
Bandara Hasanuddin, memang jauh lebih megah dibandingkan banyak bandara di Kawasan Timur Indonesia (KTI) saya menyaksikannya sendiri saat mendarat di Kota Sorong dan Manokwari, Papua Barat di ujung Timur Indonesia, dua tahun lalu. 2-3 bulan sebelumnya saya mendarat di Bandara Morowali, juga sebuah bandara sederhana untuk kota petro dolar. Hanya Bandara I Ngurah Rai, Bali yang membuat hati saya senang, kondisi bandaranya tentu sangat nyaman dan lapang, membayangkan Indonesia dipenuhi bandara yang luas dengan perlintasan manusia dari Sabang sampai Merauke, mengingatkan saya pada Pers Pancasila "Beragam-ragam tetapi tetap satu."
Budayawan Leo Tolstoy mengatakan "Semua orang berpikir untuk mengubah dunia, tapi tidak ada yang berpikir untuk mengubah dirinya." Tolstoy memiliki pengaruh besar terhadap tokoh-tokoh besar lainnya seperti Mahatma Gandhi dan Martin Luther King. Bangsawan Rusia yang lahir 1828 itu, dicatat sejarah karena menginspirasi banyak orang di dunia dengan pemikiran bernasnya yang cinta pada rasa kemanusiaan dan penghargaan tinggi terhadap alam dan isinya. Tolstoy tak pernah belajar tentang Pancasila, dengan spirit persatuan. Ini juga mengajarkan pada kita bahwa semangat bersatu bukan hanya milik kita di jazirah nusantara, melainkan milik semua hamba Tuhan yang dikaruniai hati dengan cita rasa tinggi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun