Saya termasuk orang yang malas melaporkan penipuan, entah apa alasannya. Di sini saya mau bercerita tentang penipuan yang tidak jadi karena korban ngotot sehingga penipu melaksanakan janjinya.
Suatu hari ibu saya bercerita bahwa ditawari umroh bareng-bareng oleh temannya. Kebetulan saya tahu teman ibu saya itu, dia pensiunan di kantor saya. Sebenarnya ibu mengajak kami menemaninya tapi kami susah mengatur jadwal ijin dari kantor dan saya masih memiliki dua anak yang masih sangat bergantung kepada orang lain. Saya sempat melihat profil perusahaan yang menjadi tempat mendaftar ibu saya. Kelihatannya sih bagus. Kata ibu saya “Sebenarnya agak ragu juga nih, teman saya itu bisa berangkat gratis kalau bisa mengumpulkan beberapa orang”. Sampai di sini saya tidak bisa memberikan pendapat, saya bilang “Ya, terserah umi mantapnya bagaimana, soalnya ini masalah uang banyak”. Saya biasa memanggil ibu saya umi. Akhirnya mantaplah ibu saya untuk mendaftar umroh dan memutuskan tetap mendaftar haji lewat temannya itu.
Ibu saya mengurus segala keperluan selalu bersama teman-temannya. Kebetulan teman-teman yang akan umroh itu tinggal satu kampung. Mulai membuat paspor, membuat visa haji dan juga manasik hajinya. Ibu dan saya mulai khawatir ketika katanya vaksinasi meningitis kabarnya susah didapat padahal itu diwajibkan oleh pemerintah Saudi Arabia. Tetapi ibu saya akhinya mendapat vaksinasi meningitis. Saya mulai hilang keraguan. Saya pun mengecek pendaftaran online dan berhasil mendapatkan no pendaftaran ibu saya di suatu website penyelenggara umroh.
Setelah paspor, visa dan vaksinasi meningitis beres, saatnya menunggu tanggal keberangkatan. Ibu saya sudah menyetor sejumlah uang tertentu ke temannya. Tanggal keberangkatan berubah-ubah beberapa kali, diundur, entah apa alasannya. Akhirnya tibalah tanggal keberangkatan yang pasti. Ibu saya berangkat bersama teman-temannya ke Jakarta, diinapkan di suatu hotel.
“Yul, umi tidak jadi berangkat,” ibu saya menelpon saya dari Jakarta.
“Kenapa mi? Yang lain berangkat tidak?”
“Ada yang berangkat, ada yang tidak. Katanya uangnya dipakai yang mengurus haji untuk investasi tapi uangnya tidak kembali”
Ups, ini toh yang jadi penyebab tanggal keberangkatan diundur. Baru saya ingat ibu saya bercerita, bahwa teman saya menyetorkan uang yang banyak itu tanpa disertai kuitansi. Kok bisa ya? Padahal saya tahu teman ibu saya itu, Pak X, pernah jadi kabag di suatu instansi pemerintah. Apa karena usianya yang sudah tua ya?
“Pak X berangkat tidak mi?” tanya saya.
“Pak X dan istrinya berangkat. Ibu Y juga berangkat beserta anaknya. Sebenarnya anaknya tidak bisa berangkat karena kasusnya sama dengan umi tapi dia mengeluarkan uang lagi supaya bisa berangkat. ”
Posisi saya saat itu sebagai single parent dengan dua anak karena suami tugas belajar di luar kota. Selain itu saya juga punya tanggungan pekerjaan. Kondisi ibu saya yang seperti itu membuat saya ingin ke Jakarta untuk mengurus ibu saya. Hampir saya lupa kalau adik kandung saya tinggal di Jakarta. Akhirnya saya menghubungi adik saya, dan alhamdulillah mereka, ibu dan adik sudah berhasil bertemu.
Beberapa orang di rombongan yang harusnya berangkat, dinyatakan tidak bisa berangkat. Katanya mereka belum melunasi pembayaran umroh. Padahal jelas, ibu saya sudah membayar lunas. Beruntungnya salah satu dari rombongan itu adalah seorang ibu yang mempunyai jabatan di suatu partai politik dan suatu ormas. Ibu itu tidak terima diperlakukan seperti itu, kelihatannya ibu itu langsung menghubungi teman-temannya. Kata ibu saya, orang yang menerima uang umroh adalah seorang ibu juga, saat itu ditahan oleh beberapa “jendral” di kamar hotel itu. Saya sendiri tidak tahu, yang dimaksud ibu saya jendral benaran atau bukan. Lebih dari seminggu ibu saya menunggu kejelasan uangnya bisa kembali atau bisa berangkat umroh.
“Yul, akhirnya umi jadi berangkat bersama dua orang yang kemarin tidak jadi berangkat.”
“Alhamdulillah. Pakai uang siapa mi? Katanya uangnya buat investasi?”
“Pakai uang ibu penipu itu, kelihatannya dia dipaksa banyak orang. Tidak tahu uang sendiri atau pinjam.”
Rasa syukur muncul di hati saya, akhirnya ibu saya bisa berangkat umroh. Tapi rasa khawatir saya belum hilang sebelum ibu saya kembali dari tanah suci. Setiap hari saya memantau keadaan ibu saya, bagaimana kondisinya, apakah mendapat penginapan yang pantas atau tidak. Apakah dia mendapatkan makanan atau tidak. Alhamdulillah semua berjalan lancar dan ibu saya kembali dengan selamat.
Sebenarnya saya sangat gemas dengan penipu itu. Toh, sudah banyak orang yang tahu sehingga ibu saya sudah bisa berangkat. Biarlah yang mengusut penipuan ini orang-orang yang berpengaruh saja. Dari kejadian ini , saya selalu berpesan ke teman-teman saya untuk mendaftar umroh atau haji di lembaga yang jelas saja. Kabarnya penipuan ini terjadi karena kami menyetor ke perorangan bukan langsung ke rekening kantor penyelenggara haji. Ah, tidak tahu juga, nyatanya nama ibu saya sudah terdaftar online di kantor penyelenggara haji itu tapi tidak ada jalur komunikasi ke sana. Sarana online yang nanggung, kita jadi tidak tahu kita ditipu atau tidak. Semoga tulisan ini menjadikan kita lebih waspada terhadap iming-iming mudahnya berangkat umroh.