Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Saatnya Mengucap Maaf yang Tulus

2 November 2022   19:48 Diperbarui: 2 November 2022   19:58 96 1
Setelah berhias di depan cermin, kamu berlalu sambil tak henti-hentinya melafalkan doa-doa dan membayangkan segalanya akan berjalan baik-baik saja. Kemudian tersenyum dengan senyum paling indah yang kamu punya. Berdiri di depan pintunya sambil sesekali mengelap keringat yang tak henti-hentinya mengalir.

Perlahan pintu itu terbuka, muncul sosok yang menjadi alasanmu berdiri di depan pintu itu. Kamu mengulurkan hadiah yang kamu bawa. Namun, ia melemparnya, bahkan sebelum membukanya. Senyum yang kamu bayangkan akan terpancar, tiba-tiba menjadi tangis yang tertahan diiringi gebrak pintu yang dipaksa menutup.

Begitulah hidup. Kita selalu berusaha menjadi sosok terbaik di mata manusia, tanpa pernah kita tahu, bisa jadi kita adalah tokoh antagonis dalam kisah hidup orang lain.

Barangkali cermin yang kita pakai terlalu penurut. Ia hanya memantulkan apa yang ingin kita lihat. Mulut yang sama dengan mulut yang kita punya. Tanpa pernah sekali pun memberi tahu bahwa kata-kata yang keluar dari mulut ini pernah menyakiti hati orang lain. Juga mata yang sama dengan mata yang kita punya. Tanpa pernah sekali pun memberi tahu bahwa dengan tatapan sinis ini, kita pernah merasa tinggi dan memandang rendah orang lain.

Sehingga kita paham makna dibalik air mata yang mengalir itu, gebrak pintu yang terdengar keras itu, adalah mengingatkan kita bahwa inilah saatnya kita mesti mengucapkan kata maaf, dengan hati yang tulus. @imron.kun

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun